KOMPAS.COM - Perti merupakan singkatan dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Perti adalah organisasi dari kelompok kaum tua Minangkabau yang secara akidah mengikatkan diri pada paham Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sementara itu, dari sisi ibadah, mereka lebih condong mengikatkan diri pada mazhab Syafi’i.
Didirikannya organisasi Perti tidak lepas dari pertumbuhan serta perkembangan madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah di Minangkabau.
Kemunculan madrasah Islamiyah secara historis tidak lepas pula dari inisiatif Syekh Abbas yang menyurati Syekh Sulaiman Arrusuli pada 1926.
Dikisahkan Syekh Sulaiman Arrasuli mengajar muridnya di Surau Baru, Canduang.
Kira-kira pukul 10 pagi, sebelum pelajaran dimulai, salah seorang murid senior datang menghadap dan memberikan sepucuk surat dari Syekh Abbas, Bukit Tinggi.
Di dalam surat itu tertulis saran Syekh Abbas kepada Syekh Sulaiman Arrasuli agar beliau bersedia mengubah sistem pengajaran menjadi madrasah seperti yang dilakukan oleh kaum muda.
Syekh Sulaiman segera memberitahukan murid-muridnya mengenai maksud surat itu sekaligus meminta pendapat mereka atas saran Syekh Abbas.
Tak disangka, saran tersebut disetujui dan diterima dengan baik oleh murid-murid Syekh Sulaiman Arrasuli yang hadir dalam pengajian itu.
Dengan antusias, mereka meminta agar sang guru dapat merealisasikan saran itu sesegera mungkin.
Wacana tersebut masih berlanjut hingga malam hari di rumah sang guru.
Pertemuan itu berjalan lancar tanpa kendala yang berarti, sehingga menghasilkan kesepakatan diubahnya sistem pendidikan seperti yang telah direncanakan.
Mulanya diusulkan nama Tarbiyatuthullab untuk nama pendidikan yang baru.
Namun, nama itu seakan-akan meniru lembaga pendidikan kaum muda Sumatera Thawalib, sehingga mereka memilih menggunakan nama “Tarbiyah Islamiyah”.
Baca juga: Perkembangan Madrasah di Singapura
Tak berselang lama, langkah Syekh Sulaiman Arrasuli ini pun diikuti pula oleh rekan sesama kaum tua yang memiliki surau tempat pendidikan, seperti, Syekh A. Wahid Tabek Gadang di Payakumbuh, Syekh Muhammad Jamil Jaho di Padang Panjang, Syekh Arifin di Batu Hampar, dan lain-lain.
Keberadaan Tarbiyah Islamiyah memacu semarak tumbuhnya berbagai madrasah di ranah Minang.
Melihat pertumbuhan dan perkembangan madrasah Islamiyah yang kian pesat, Syeikh Sulaiman Ar-Rasulli pun berkeinginan menyatukan ulama-ulama kaum tua, terutama pengelolah madrasah, dalam satu wadah organisasi.
Untuk itu, Syekh Sulaiman memperkarsai sebuah pertemuan di Canduang pada 5 Mei 1928.
Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh ulama besar penganut Mazhab Syafi’I di Minang Kabau dan dipimpin langsung oleh Syekh Sulaiman Arrasuli.
Selain membentuk sebuah organisasi, pertemuan itu dimaksudkan pula untuk merumuskan kesatuan pola dalam madrasah-madrasah yang ada, baik dari nama, sistem pengajaran, serta kurikulum di dalamnya.
Pertemuan inilah yang kemudian melahirkan organisasi Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Adapun tujuan dari didirikannya sekolah-sekolah Perti adalah:
Bukan hanya itu, Perti juga membentuk organisasi untuk pelajar, yaitu Persatuan Murid Tarbiyah Islamiyah (PMTI).
Sebelumnya, PMTI beberapa kali berganti nama, yaitu Pepindo (Pendidikan Pemuda Islam Indonesia) dan PPTI (Persatuan Pelajar Tarbiyah Islamiyah).
Hingga kini, Perti dikatakan memiliki peran penting dalam persebaran dan pengembangan pendidikan Islam melalui Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) di seluruh Sumatera.
Seiring berjalannya waktu, Perti mampu membina pendidikan Islam melalui berbagai MTI-MTI yang dikelolanya.
Berdasarkan data, pada 1937, jumlah MTI diperkirakan lebih kurang dari 300 madrasah yang tersebar di seluruh Sumatera.
Referensi: