Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Ronggeng Gunung, Tercipta dari Kesedihan Putri Raja

Kompas.com - 07/02/2024, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Ronggeng Gunung adalah seni tari yang lahir dan berkembang di Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Secara umum, tarian Ronggeng Gunung hampir sama dengan ronggeng lainnya, yang dipentaskan oleh satu atau lebih penari perempuan, dengan diiringi gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring.

Satu hal yang membuat Ronggeng Gunung unik adalah aura kesakralan karena kisah yang melatarbelakangi terciptanya tarian ini.

Konon, tarian ini tercipta dari kisah kepedihan hati seorang putri raja di Pangandaran bernama Dewi Semboja.

Gerak tari Rongeng Gunung pun melakonkan pengalaman Dewi Semboja.

Terkait asal-usul Ronggeng Gunung, terdapat banyak versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat.

Berikut ini tiga versi cerita asal-usul Ronggeng Gunung yang paling populer.

Baca juga: Sejarah Tari Banjar Kemuning dari Sidoarjo

Versi pertama

Ronggeng Gunung tercipta pada masa kerajaan Hindu-Buddha. Suatu ketika, di Kerajaan Galuh terjadi peperangan.

Keadaan yang kacau karena musuh dapat menduduki istana, memaksa raja untuk melarikan diri.

Putri raja yang bernama Nyi Dewi Kembang Samboja juga melarikan diri dari kerajaan, bersama kekasihnya yaitu Raden Angkalarang.

Namun, mereka dapat dikejar oleh musuh dan terjadi pertempuran di Desa Gunatiga yang menewaskan Raden Angkalarang.

Nyi Dewi Kembang Samboja berhasil melarikan diri dengan para pengiringnya, termasuk para renggana dan nayaga yang biasa menghiburnya di keraton.

Dalam rombongan sang putri, terdapat seorang ronggeng terkenal bernama Nyi Bogem dan seorang nayaga ternama, Ki Nayadipa.

Baca juga: Kerajaan Galuh: Berdirinya, Raja-raja, dan Peninggalan

Di tempat persembunyian, mereka berusaha untuk menghibur sang putri agar tidak larut dalam kesedihan akibat kehilangan kekasihnya.

Dalam pengembaraan itu, Nyi Dewi Kembang Samboja bertemu seorang pemuda bernama Raden Sawung Galing. Keduanya pun saling jatuh cinta.

Dengan dilandasi rasa cinta kepada sang putri, Raden Sawung Galing berjanji akan merebut kembali Kerajaan Galuh dari tangan musuh.

Benar saja, Raden Sawung Galing berhasil merebut kembali Kerajaan Galuh dan raja pun bisa kembali ke singgasananya.

Raja kemudian menikahkan Nyi Dewi Kembang Samboja dan Raden Sawung Galing.

Selain itu, Raden Sawung Galing juga dinobatkan sebagai adipati di Pamotan, daerah yang kerap diserang bajak laut.

Serangan bajak laut pun memaksa Raden Sawung Galing dan Nyi Dewi Kembang Samboja, beserta para ronggrng dan nayaganya, mengungsi ke Pananjung.

Baca juga: Tari Bedhaya Ketawang: Sejarah, Makna, dan Pelaksanaan

Ketika keadaan di Pamotan kembali normal, banyak ronggeng yang sudah memisahkan diri dan menyebar ke daerah sepanjang pantai selatan Jawa Barat.

Ketika Raden Sawung Galing akhirnya dinobatkan menjadi raja untuk menggantikan raja yang meninggal, ia mendapatkan gelar Prabu Haur Kuning.

Prabu Haur Kuning menghidupkan kembali kesenian ronggeng sebagai hiburan resmi dalam istana. Kesenian itulah yang disebut Ronggeng Gunung.

Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringi tarian Ronggeng Gunung diciptakan berdasarkan pengalaman Nyi Dewi Kembang Samboja ketika berada dalam pelarian.

Versi kedua

Konon, di daerah Pangandaran pernah berdiri Kerajaan Haur Kuning, yang diserang oleh angkatan perang Portugis.

Serangan tersebut memaksa raja menyingkir ke daerah pegunungan dan terpisah dari putrinya, Dewi Semboja.

Dengan penuh kesedihan, Dewi Semboja berusaha menemukan ayahnya. Dalam perjalanannya, ia hendak menyeberangi sungai yang sangat dalam dan arusnya deras.

Baca juga: Tarian Suling Dewa, Tari Pemanggil Hujan asal Lombok

Dalam keadaan demikian, datang seorang tukang rakit yang masih muda dan tampan, yang membantu putri hingga berhasil menyeberang.

Setelah peristiwa itu, mereka saling jatuh cinta. Namun, nasib malang masih mengejar Dewi Semboja.

Suatu ketika, Dewi Semboja menemukan kekasihnya sudah tidak bernyawa. Siang dan malam, ia terus meratapi mayat kekasihnya yang telah membusuk.

Saat itu, datanglah beberapa orang pemuda yang menghampiri untuk menghibur sang putri.

Karena mayat yang sudah berhari-hari itu menyebarkan bau busuk, pemuda-pemuda itu menutupi hidungnya memakai kain sarung.

Mereka kemudian menari-nari, dan sang putri pun akhirnya turut menyanyi dengan nada-nada yang sedih.

Dari situlah tercipta Ronggeng Gunung, di mana adegan-adegan dalam kisah sang putri banyak yang menjadi dasar dalam gerakan pada pementasan kesenian Ronggeng Gunung.

Baca juga: Asal-usul Ronggeng, Tari Magis dari Jawa

Versi ketiga

Melansir dispar.ciamiskab.go.id, ada pula versi yang menceritakan bahwa Dewi Samboja adalah putri Prabu Siliwangi, yang bersuamikan Anggalarang.

Suatu ketika, Anggalarang terbunuh oleh bajak laut yang dipimpin oleh Kalasamudra.

Mengetahui kesedihan dan rasa dendam yang ada di dalam hati putrinya, Prabu Siliwangi memberikan wangsit.

Untuk dapat membalas kematian suaminya, Dewi Samboja harus menyamar sebagai penari ronggeng bernama Nini Bogem.

Sejak itu, Dewi Samboja belajar menjadi penari ronggeng, hingga sampailah di tempat Kalasamudra.

Kalasamudra, yang tidak mengetahui bahwa yang menari bersamanya adalah Dewi Samboja, akhirnya dapat dibunuh. Dendam sang putri pun akhirnya terbalas.

 

Referensi:

  • Kusumah, S Dloyana. (1981). Ronggeng Gunung: Sebuah Kesenian Rakyat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan Jakarta.
  • Tim Penulisan Naskah Pengembangan Media Kebudayaan Jawa Barat. (1977). Sejarah Seni Budaya Jawa Barat II. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com