Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Penjilatan Kekuasaan dalam Mitologi, Seni, dan Sastra (Bagian II)

Kompas.com - 19/01/2024, 16:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM konteks politik kontemporer masa kini, karakter Iago dalam drama klasik Shakespeare, "Othello," muncul sebagai simbol sifat licik dan manipulatif dalam ambisi untuk mendapatkan kekuasaan.

Iago tidak menjadi pahlawan tragis atau sosok yang terbebani oleh konflik internal; sebaliknya, ia menjadi arketipe penjilat kekuasaan yang memanfaatkan ketidakpastian dan kecemburuan untuk mencapai tujuannya.

Baca artikel sebelumnya: Penjilatan Kekuasaan dalam Mitologi, Seni, dan Sastra (Bagian I)

Kisah "Othello" memberikan gambaran bahwa penjilat kekuasaan tidak hanya merusak individu yang menjadi sasaran, tetapi juga dapat merusak keseimbangan dan keadilan dalam hubungan sosial.

Hal ini memberi pelajaran akan bahaya manipulasi dan pengkhianatan dalam dunia yang dipenuhi ambisi.

Demikian pula dalam konteks politik kontemporer masa kini, karya monumental Pramoedya Ananta Toer yang berjudul "Bumi Manusia," menggambarkan aspek penjilatan kekuasaan dalam politik kolonial Hindia Belanda.

Narasi epik ini menyajikan perjuangan dan konflik di bawah cengkraman penjajahan, menguraikan ambisi dan penindasan melibatkan tokoh-tokoh utamanya.

Konteks politik kontemporer

Dengan kecerdasan penulisnya, Pramoedya Ananta Toer membingkai kisah tersebut sebagai refleksi makro dari perjuangan kolektif melawan penindasan kolonial.

Melalui lapisan naratif yang kompleks, pembaca disuguhkan pemahaman mendalam tentang bagaimana penjajahan tidak hanya merusak struktur sosial, tetapi juga merasuk ke dalam jiwa individu.

Dengan demikian, "Bumi Manusia" menjadi cermin kuat yang mencerminkan dan mengkritisi watak penjilatan kekuasaan dalam sejarah Hindia Belanda, memberikan pengertian yang relevan dalam kajian politik masa kini.

Dari semua yang tersebutkan itu, maka mucul satu ketegasan bahwa hal demikian adalah cerminan upaya individu untuk “cari untung” dengan memperoleh perhatian penguasa.

Agar dapat keuntungan pribadi berupa kenyamanan, dan keamanan dalam lingkungan sosial di mana kekuasaan dianggap sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut.

Tradisi menjilat kekuasaan juga muncul akibat adanya dinamika ketidakmerataan kekuasaan dan struktur politik yang terpusat. Oleh karenanya individu merasa perlu mendekati pemegang kekuasaan untuk memastikan perlakuan yang menguntungkan.

Mengeksplorasi tema menjilat kekuasaan

Di dalam dunia seni dan sastra modern, cerita-cerita penjilatan kekuasaan mencerminkan dinamika psikologis dan moralitas.

Dari sini ada ambisi dan dorongan untuk mendapatkan kekuasaan yang sering memicu transformasi tragis, di mana karakter utama terjerumus ke dalam jaring ambisi dan kecurangan.

Tokoh-tokoh dalam kisah-kisah seperti "Macbeth" karya William Shakespeare atau "Animal Farm" karya George Orwell, menggambarkan perjalanan moral yang melibatkan penjilatan kekuasaan yang demikian.

Maka seni dan sastra menjadi kanvas yang memungkinkan penggambaran yang mendalam tentang kompleksitas karakter manusia.

Melalui nuansa kecerdasan dan kedalaman emosional, karya-karya seni dan sastra membawa pembaca atau penonton untuk merenung pada naluri manusiawi yang seringkali kontradiktif.

Jadinya kisah-kisah penjilatan kekuasaan tidak hanya menggambarkan kelemahan individu, tetapi juga menyajikan peringatan etis yang mendalam tentang konsekuensi moral dari keinginan berlebihan untuk kekuasaan.

Dalam seni rupa kontemporer, tema penjilatan kekuasaan juga memunculkan refleksi kritis terhadap realitas politik. Karya seni ini seringkali menggugah kesadaran kolektif terhadap dampak penjilatan kekuasaan terhadap masyarakat.

Dengan demikian, keterkaitan antara kisah-kisah penjilatan kekuasaan dalam karya seni dan sastra menciptakan narasi yang kuat tentang naluri manusiawi yang mendalam.

Karya-karya ini bukan hanya mencerminkan realitas politik, tetapi juga menantang audiens untuk merenung tentang hakikat keinginan manusia untuk mencari keuntungan pribadi.

Sebagai cermin sosial, seni dan sastra memberikan sudut pandang yang kaya dan nuansawan terhadap dinamika kekuasaan.

Maka melalui pemahaman ini, diharapkan untuk dapat lebih baik memahami dan merespons perjalanan manusia dalam menghadapi ambisi dan penjilatan kekuasaan.

Bukan semata-mata pada kisah-kisah mitologi dan karya seni, menjilat kekuasaan juga secara logika analisis dapat pula terkuak motif dasarnya. Dari sini terkuak bahwa naluri manusiawi seringkali menjadi pendorong utama di balik praktik menjilat kekuasaan.

Hal itu yang terus menghiasi lanskap kehidupan manusia sepanjang sejarah. Keterkaitan antara cerita-cerita penjilat kekuasaan dengan mitologi, karya seni dan sastra, pada logika ini terkuak gambaran kompleks tentang fitrah manusia yang terus mewarnai perjalanan sejarah dan budaya manusia.

Manusia, secara alamiah, didorong oleh naluri untuk mencari keamanan, kenyamanan, dan keunggulan dalam lingkungan sosial mereka.

Dalam konteks politik, kekuasaan dianggap sebagai sumber utama untuk mencapai keinginan ini. Lantas dari sini memunculkan praktik menjilat kekuasaan sebagai strategi yang dilakukan oleh individu demi mengamankan posisi jabatan, atau meraih keuntungan.

Selain itu dalam arena politik dan sosial dengan adanya ketidakpastian seringkali menjadi konstan yang tak terhindarkan.

Perubahan kekuasaan, dinamika politik yang tak terduga, dan situasi sosial yang berubah, menjadi pemicu bagi individu untuk mencari cara menghadapi ketidakpastian tersebut.

Salah satu strategi adaptasi yang muncul sebagai respons terhadap ketidakpastian politik, adalah perilaku menjilat kekuasaan.

Meskipun sering kali dianggap kontroversial, perilaku ini dapat dipahami sebagai langkah rasional untuk menjaga keamanan dan posisi sosial individu dalam lingkungan yang tidak stabil.

Dalam situasi di mana perubahan kekuasaan, atau ketidakpastian politik, yang dapat memengaruhi stabilitas dan keamanan individu, maka praktik menjilat kekuasaan dianggap sebagai bentuk perlindungan diri.

Individu mungkin melihatnya sebagai strategi adaptasi yang dapat membantu mereka menavigasi perubahan, dan mendapatkan perlindungan dalam dinamika politik yang tidak menentu.

Dalam pandangan ini, penjilatan kekuasaan bukan hanya sebagai tindakan oportunis, tetapi sebagai respons cerdas terhadap ketidakpastian yang mengancam.

Penting di sini untuk memahami secara bijaksana bahwa penjilatan kekuasaan, dalam konteks ini, tidak selalu memiliki konotasi negatif.

Bagi individu yang merasa terancam oleh ketidakpastian politik, penjilatan kekuasaan dapat dianggap sebagai strategi untuk meminimalkan risiko sosial atau politik yang mungkin muncul.

Perilaku ini menjadi semacam perisai psikologis, yang memungkinkan individu untuk tetap relevan dan bertahan dalam kondisi tidak pasti.

Dalam karya seni dan sastra, tema ini dapat dijelajahi dengan mendalam untuk menciptakan narasi yang lebih kompleks tentang dinamika manusia dan ketidakpastian.

Contohnya, dalam karya fiksi, seorang karakter yang terlibat dalam penjilatan kekuasaan sebagai respons terhadap ketidakpastian politik dapat menjadi titik pusat cerita yang menyajikan konflik moral dan psikologis yang mendalam.

Dengan demikian, ketika mengamati perilaku menjilat kekuasaan, perlu pula dipahami bahwa ini bukanlah sekadar tindakan oportunis, tetapi juga bisa menjadi strategi rasional dalam menghadapi lingkungan yang berubah.

Pandangan ini memberikan dimensi baru untuk menggali kompleksitas perilaku manusia.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Penjilatan Kekuasaan dalam Mitologi, Seni, dan Sastra (Bagian III - Habis)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com