KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Kuno berdiri sejak abad ke-8 hingga abad ke-11.
Selama hampir tiga abad berdiri, ada tiga dinasti yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno secara bergantian, yaitu Dinasti Sanjaya, Syailendra, dan Isyana.
Ada pula ahli sejarah yang menyebut Dinasti Sanjaya sejatinya tidak ada, sehingga hanya ada Dinasti Syailendra dan Isyana.
Dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno, raja dari dinasti-dinasti yang memerintah ada yang beragama Hindu dan ada yang memeluk Buddha.
Dengan kata lain, corak agama dari Kerajaan Mataram Kuno adalah Hindu-Buddha.
Baca juga: Dinasti yang Berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno
Corak Kerajaan Mataram Kuno dapat dilihat pada candi dan prasasti peninggalannya yang tersebar di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Candi-candi Kerajaan Mataram Kuno ada yang bercorak Hindu dan ada pula yang bercorak Buddha.
Candi terkenal peninggalan Mataram Kuno yang bercorak Buddha contohnya adalah Candi Borobudur.
Sedangkan candi bercorak Hindu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno adalah Candi Prambanan.
Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Ratu Sanjaya pada tahun 732.
Keterangan tersebut didapatkan dari Prasasti Canggal yang ditemukan di kompleks percandian Gunung Wukir di Magelang, Jawa Tengah.
Bait pertama Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Raja Sanjaya telah mendirikan lingga di atas bukit pada 6 Oktober 732.
Baca juga: Ratu Sanjaya, Pendiri Kerajaan Mataram Kuno
Ahli sejarah menduga, pendirian lingga merupakan sebuah peringatan bahwa Sanjaya dapat membangun kembali kerajaan leluhurnya dan bertakhta dengan aman setelah menaklukkan musuh-musuhnya.
Dari prasasti ini diketahui pula Raja Sanjaya jelas beragama Hindu Siwa.
Prasasti Mantyasih menyebutkan Rakai Panangkaran sebagai penerus Raja Sanjaya.
Rakai Panangkaran menamakan dirinya sebagai permata wangsa Syailendra dan penganut Buddha Mahayana.
Pada masa Rakai Panangkaran, timbul dua cabang keagamaan di keluarga kerajaan.
Sebagian masih menganut agama Siwa seperti Sanjaya, salah satunya Rakai Patapan, sementara sebagian menjadi penganut Buddha seperti Rakai Panangkaran.
Penerus Rakai Panangkaran adalah Samaratungga, yang mempunyai putri bernama Pramodawarddhani.
Baca juga: Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno yang Membangun Candi Prambanan
Setelah Samaratungga turun takhta, penggantinya adalah Rakai Pikatan, putra dari Rakai Patapan yang beragama Siwa.
Rakai Pikatan dinikahkan dengan Pramodawarddhani yang menganut Buddha.
Dengan kata lain, pada saat itu, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh raja penganut Hindu Siwa, yang memiliki permaisuri beragama Buddha Mahayana.
Perbedaan agama di antara Rakai Pikatan dan Pramodawarddhani terbukti tidak menimbulkan masalah.
Selama memerintah, keduanya sama-sama menjunjung toleransi beragama.
Salah satu buktinya adalah keberadaan Candi Plaosan di Kabupaten Klaten, yang merupakan wujud akulturasi budaya Hindu dan Buddha.
Rakai Pikatan dan Pramodawarddhani mendukung pembangunan candi bercorak Hindu maupun Buddha.
Karena Rakai Pikatan beragama Hindu, ia memerintahkan untuk membangun candi Siwa, yaitu percandian Roro Jonggrang di Prambanan.
Baca juga: Candi Plaosan, Bukti Cinta Beda Agama
Di saat yang sama, Raja menunjukkan bahwa dirinya tidak mengabaikan candi kerajaan yang dibangun oleh Rakai Panangkaran, yaitu Candi Plaosan Lor, dan tetap menjaga perasaan permaisurinya yang beragama Buddha.
Buktinya, Rakai Pikatan menambahkan sekurang-kurangnya dua candi perwara berupa bangunan stupa pada percandian itu.
Hal ini dapat dilihat dari tulisan pada dua bangunan stupa di kanan dan kiri jalan masuk ke candi induk sebelah utara.
Dengan demikian, pernikahan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani memang memberi dampak positif bagi toleransi antarumat beragama Hindu dan Buddha di Mataram Kuno.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang berupa candi Hindu dan Buddha pun banyak yang didirikan berdampingan.
Baca juga: Asal-usul Wangsa Isyana
Pada tahun 929, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur, yang menandai dimulainya kekuasaan Dinasti Isyana yang beragama Hindu Siwa.
Di masa pemerintahan Dinasti Isyan, dihasilkan karya sastra berjudul Sang Hyang Kamahayanikan yang berisi tentang agama Buddha Mahayana.
Referensi: