Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno yang Membangun Candi Prambanan

Kompas.com - 12/08/2021, 11:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rakai Pikatan adalah raja keenam Kerajaan Mataram Kuno yang berkuasa antara 840-856 M.

Masa pemerintahannya menandai bersatunya Dinasti Sanjaya (Hindu) dan Dinasti Syailendra (Buddha), yang sebelumnya saling bersaing.

Selain itu, Rakai Pikatan dikenal sebagai raja yang mengawali pembangunan Candi Prambanan.

Perdebatan asal-usul Rakai Pikatan

Nama Rakai Pikatan terdapat pada Prasasti Mantyasih yang memuat daftar para raja Mataram Kuno.

Menurut Prasasti Argapura, nama aslinya adalah Mpu Manuku. Sejarawan De Casparis meyakini bahwa Rakai Pikatan adalah putra dari Mpu Palar, keturunan Dinasti Sanjaya dan beragama Hindu Siwa.

Akan tetapi, pendapat ini ditolak oleh Slamet Muljana, karena berdasarkan Prasasti Gondosuli, Mpu Palar adalah seorang pendatang dari Sumatera dan semua anaknya perempuan.

Terlepas dari perdebatan asal-usulnya, Rakai Pikatan diketahui menikah dengan Pramodawardhani, putri Raja Samaratungga yang berasal dari Dinasti Syailendra dan beragama Buddha Mahayana.

Baca juga: Kerajaan Mataram Kuno: Letak, Masa Kejayaan, dan Peninggalan

Pernikahan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani

Sebelum turun takhta, Raja Samaratungga menikahkan putri mahkota Pramodawardhani dengan Rakai Pikatan.

Pernikahan keduanya adalah momen bersatunya dua wangsa besar yang berbeda keyakinan.

Tujuan Raja Samaratungga menikahkan Pramodawardhani dan Rakai Pikatan adalah untuk menyatukan dua wangsa.

Setelah menikah dan mewarisi takhta Samaratungga, Pramodawardhani bergelar Sri Kahulunan.

Dari pernikahannya, lahir Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

Perang saudara Balaputradewa dan Rakai Pikatan

Pernikahan antara Rakai Pikatan dan Pramodawardhani ternyata tidak disukai oleh Balaputradewa, putra Samaratungga dari Dewi Tara.

Balaputradewa pun terlibat perang saudara dengan Rakai Pikatan untuk memperebutkan takhta Mataram Kuno.

Meski telah bertahan di Benteng Ratu Boko yang terbuat dari timbunan batu, Balaputradewa kalah dan memilih untuk menyingkir ke Sumatera, tanah kelahiran ibunya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com