Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fikrul Hanif Sufyan
Dosen

Penulis dan Pengajar Sejarah

In Memoriam: 1,5 Abad Willem Hendrik de Greve

Kompas.com - 18/11/2023, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOTA Sawahlunto, Sumatera Barat, telah ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 6 Juli 2019 sebagai Warisan Dunia.

Satu dari sekian iven yang kemudian digelar adalah Gelanggang Arang, dilaksanakan di delapan kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat.

Gelanggang Arang merupakan rangkaian acara yang bertujuan memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan ekosistem budaya di Warisan Tambang Budaya Ombilin Sawahlunto (WTBOSS), yang terkoneksi melalui jalur kereta api.

Iven Gelanggang Arang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kemendikbudristek RI – yang menggandeng Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Sumatera Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung melalu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung dan pihak lainnya.

Satu dari sekian daerah yang menyelenggarakan iven Gelanggang Arang pada 13 November 2023 lalu, adalah Nagari Durian Gadang – yang terletak di Kabupaten Sijunjung, Sumbar.

Setidaknya ada dua warisan yang masih terpelihara di Durian Gadang, masing-masing lokomotif tua di masa Dai Nippon, dan makam dari Willem Hendrik de Greve – seorang geolog muda asal Belanda.

Barangkali menarik, untuk menyimak, mengapa de Greve sampai “dipandam” jasadnya di sana? Siapa dia?

Willem Hendrik de Greve lahir pada 15 April 1840 di Freneker, Belanda. De Greve – demikian sapaan akrabnya, menempuh pendidikan di Akademi Delft sejak 1855 dan meraih gelar insinyur pertambangan ketika ia berusia 19 tahun.

De Greve kemudian memilih menjadi seorang geolog di Hindia Belanda. Sesuai dengan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele pada 14 Desember 1861, dia ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola berbagai penelitian tentang sumber-sumber mineral di kantor Dienst van hen Minjnwezen, Weltevreden, Batavia (kini: Jakarta).

Tidak lama kemudian, pada 27 Desember 1861, De Greve menikah dengan E.L.T. Baroness, putri dari pasangan W.R. Baron Hoevelinggi dan E.J.W. Shutter. Mereka pun dikaruniai tiga orang anak.

Pada Agustus 1862, De Greve dan Cornelis De Groot van Embden, kepala pertambangan, mulai menyelidiki dan memproyeksikan berbagai jenis kendungan mineral di Buitenzorg (kini: Bogor).

Karena kejeniusannya, De Greve pindah ke pulau Bangka pada 1864 dan berhasil mendorong pertumbuhan eksploitasi timah di sana.

Pada 26 Mei 1867, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Pieter Mijer, memberikannya tugas untuk meneliti kandungan mineral di pedalaman Minangkabau.

Ada apa di sana? Dari hasil riset de Groot pada 1858, terdapat kandungan batu bara di aliran Batang Lunto (Groot, 1862).

W. H. de Greve menerima permintaan dari Pieter Mijer, Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia ditugaskan untuk melakukan ekspedisi ulang di jalur yang sama.

Lapisan batu bara ditemukan di Ulu Aie, lembah gunung yang tidak berpenghuni di aliran Batang Ombilin.

Menurut hipotesa de Greve (1871), ada ratusan juta ton emas hitam yang tersembunyi di perut bumi Ombilin-Sawahlunto.

Ia melaporkan seluruh temuannya kepada pemerintah Hindia Belanda pada 1870, dan dipublikasikan dalam Het Ombilien Kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en Het Transportstelsel op Sumatra’s Westkust pada 1871.

Pada 1872, penemuan batu bara memicu eksplorasi lebih lanjut. Namun, eksplorasi ini belum selesai. De Greve meninggal akibat kecelakaan fatal yang dialaminya di Batang Kuantan, Durian Gadang.

Berita kematiannya, kemudian dilansir dalam iklan duka cita di Het Vaderland pada 30 Oktober 1872. Berita duka citanya diterima oleh keluarga melalui telegram, kemudian dikirim ke surat kabar pada 29 Oktober 1872. Berikut bunyi iklan duka citanya.

Sebuah pesan telegraf membawa kabar duka bahwa putra dan menantu kami yang sangat kami cintai, W.H. DE GREVE, seorang insinyur pertambangan di Belanda, terbunuh dalam sebuah kecelakaan ketika sedang bertugas di Sumatra, di sungai Indragiri. F. De Greve & W. R. Van Hoëvell.”

Derasnya hempasan Batang Kuantan mengakhiri hidupnya pada 22 Oktober 1872. Ia pun dimakamkan oleh masyarakat setempat di Jorong Koto Hilie Nagari Durian Gadang Afdeling Sawalunto/Sijunjung.

De Greve memang mati muda, namun ekpedisi batu bara tetap dilanjutkan. Hasil penelitian de Greve diikuti oleh P. van Diest, yang berhasil menentukan kualitas batu bara Ombilin.

Pada 1875, R.D.M. Verbeek melakukan penyelidikan intensif. Ia menemukan cadangan batu bara di bawah tanah sebanyak 205 juta ton di daerah Sungai Durian, Sigalut, Sugar Plant, Tanah Hitam, dan Perambahan (Verbeek, 1875).

Meskipun tidak menikmati hasil risetnya, De Greve turut mengantarkan eksplorasi besar-besaran batu bara di akhir abad ke-19 di bawah perusahaan Landsbedrijf de Oembilin Steenkolenontginning – atau dalam literatur sejarah kerap ditulis dengan nama Ombilin Mijnen (Narny & Sufyan, 2015; Erman, 2005).

De Greve pun turut andil dengan hadirnya jalur rel kereta api yang menghubungkan daerah-daerah di Sumatera Barat.

Masing-masing titik-titik itu terkoneksi dan mempunyai andil besar dalam distribusi batu bara, barang-jasa, dan manusia dari Sawahlunto dan berakhir di Pelabuhan Emmahaven (kini: Pelabuhan Teluk Bayur).

Untuk menghargai jasanya, pemerintah Hindia Belanda menamai suatu taman di Gemeente Padang dengan nama Taman De Greve, yang terletak di dekat Kantor Javasche Bank.

Di sampingnya berdiri monumen yang diberi nama De Greve. Namun pascakemerdekaan monumen itu raib.

Selain itu, naamanya juga diabadikan dalam salah satu dermaga di tepian Batang Arau, “De Grevekade”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com