Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan Rakyat di Bolaang Mongondow

Kompas.com - 19/10/2023, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Bolaang Mongondow adalah suatu daerah di Sulawesi Utara.

Saat ini, Bolaang Mongondow berstatus Daerah Tingkat II yang merupakan bagian Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Utara.

Menurut sejarah, Bolaang Mongondow dihuni oleh empat suku sebagai penduduk asli, yaitu suku Mongondow, suku Uki, suku Bintauna, dan suku Kaidipang-Bolaang Itang.

Setelah itu, mulai datang para pendatang baru dari luar daerah, seperti dari Minahasa, Gorontalo, China, Arab, dan Pakistan.

Banyaknya pendatang yang masuk ke Bolaang Mongondow membuka kesempatan bagi negara-negara asing untuk melakukan penjajahan di sana, salah satunya Jepang.

Dalam upaya menghadapi penjajahan Jepang, rakyat Bolaang Mongondow melakukan perlawanan pada 1943.

Baca juga: Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Spanyol

Kronologi

Jepang masuk ke wilayah Bolaang Mongondow pada 1943. Mereka mendarat di beberapa tempat, seperti Inobonto, Lolak, Bolaang, Kotabunan, dan Modoinding.

Adapun maksud kedatangan Jepang ke Bolaang Mongondow adalah untuk menjajah dan menguasai daerah tersebut.

Cara Jepang meyakinkan rakyat setempat adalah dengan membujuk mereka.

Jepang mengatakan mereka hendak menjalin hubungan persahabatan Asia Timur Raya.

Jepang meyakinkan rakyat bahwa mereka adalah sebagai kakak dan bangsa Indonesia sebagai adik.

Namun ternyata, alasan itu hanya dalih, karena Jepang sebenarnya sudah terkepung di Minahasa, di mana saat itu rakyat Minahasa sudah melakukan aksi perlawanan terhadap Jepang.

Alhasil, Jepang berusaha mencari dukungan di tempat lain dan yang dituju adalah Bolaang Mongondow.

Rakyat setempat disuruh kerja paksa (romusha) dan melakukan bercocok tanam di Lolak.

Kejamnya, hasil pertanian bukan untuk rakyat, melainkan untuk Jepang sendiri.

Karena tidak ingin ditindas terus-menerus, rakyat Bolaang Mongondow akhirnya melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Tanpa sepengetahuan Jepang, rakyat Bolaang Mongondow membentuk satu gerakan yang disebut Gerakan Layskar Banteng.

Di dalam gerakan tersebut ada banyak orang-orang penting, seperti guru-guru dan para pemuda.

Sementara itu, pemimpin Gerakan Layskar Banteng adalah Abdul Rahman Mokobombang.

Baca juga: Kronologi Perlawanan Rakyat Siau terhadap Belanda

Dengan jumlah anggota sekitar 100 orang, tujuan dibentuknya Gerakan Layskar Banteng adalah untuk mencapai kemerdekaan dan merampas senjata serta berbagai alat perang Jepang.

Setelah persiapan sudah matang, laskar mulai bergerak ke daerah Inobonto sebagai basis Jepang.

Selanjutnya, menjelang pagi, laskar langsung menyerang kapal-kapal Jepang yang berlabuh di Pelabuhan Inobonto.

Pada saat itu, para awak kapal sedang tertidur dan semua persenjataan berada di atas kapal, sehingga dapat dengan mudah langsung dirampas oleh laskar Banteng.

Setelah semua senjata dirampas, laskar Banteng membawa senjata-senjata itu ke daerah pinggiran Desa Inobonto dan ditanam semuanya.

Bersamaan dengan itu, terdengar di siaran-siaran radio bahwa Jepang kalah dalam Perang Asia Timur Raya setelah dua kota penting Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki, dibom atom oleh Amerika Serikat.

Begitu mendengar berita tersebut, rakyat Bolaang Mongondow langsung merasa lega karena akhirnya Jepang angkat kaki meninggalkan Indonesia tanpa syarat.

Selain itu, Jepang juga memang sudah kalah telak di Bolaang Mongondow setelah seluruh senjatanya dirampas.

 

Referensi:

  • Drs. J. P. Tooy, Let. Kol. Inf. Dres. Soetardono. dkk. (1981). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com