Adapun Letnan Tanujiwa yang memimpin pada 1689-1705, menjadi figur awal dalam daftar bupati-bupati Kampung Baru menurut De Haan.
Pada tahun tersebut, sembilan kampung bergabung di bawah Kepala Kampung Baru yang bergelar demang, membentuk Kabupaten Bogor atau afdeling Buitenzorg.
Bogor yang sebelumnya menyimpan jejak kejayaan pelabuhan dan tragedi kehancuran, mulai membentuk citra baru sebagai entitas administratif kolonial yang berkembang.
Baca juga: Asal-usul Istana Bogor, dari Buitenzorg hingga Jadi Tempat Kediaman Presiden
Kota Bogor, awalnya dikenal sebagai Kampung Bogor, mengalami perkembangan signifikan ketika Gubernur Jenderal Baron van Imhoff mendirikan Istana Bogor yang kemudian menjadi tempat kedudukan resmi bagi Daendels.
Pada awalnya, Bogor dikenal dengan istilah "Buitenzorg" yang diartikan sebagai 'bebas dari kesulitan' atau 'daerah tanpa kecemasan' yang menunjukkan peran awal kota Bogor sebagai tempat peristirahatan.
Pada 1745, melalui keputusan Dewan Direksi VOC di Amsterdam, tanah di sekitar Buitenzorg dinyatakan sebagai eigendom atas usul Gubernur Jenderal van Imhoff.
Wilayah ini melibatkan puncak Gunung Gede, Puncak, Talaga Warna, Mega Mendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak dan Gunung Gede.
Tanah ini cocok untuk perkebunan. Sisa-sisa perkebunan tersebut masih dapat ditemui di sepanjang jalur puncak.
Nama Bogor pertama kali muncul pada dokumen tertua tanggal 7 April 1752 yang menyebutkan Ngabei Raksacandra sebagai kepala Kampung Bogor di bawah kekuasaan Bupati Kampung Baru.
Pada 1754, Bupati Kampung Baru memohon izin untuk menyewa tanah di Sukahati.
Pada 1760-an, pemerintahan ikut berpindah ke sana. Daerah Sukahati kemudian dikenal sebagai Empang.
Ketika pemerintah Hindia Belanda mengambil alih Jawa Barat, wilayah tersebut dibagi menjadi Jakarta dan Jakartrasche-Preanger-Regentschappen serta Kesultanan Cirebon dan Cheribonsche-Preanger-Regentschappen pada 1808.
Di bawah pemerintahan Daendels, dibuatlah jalan raya Anyer-Panarukan yang melalui Bogor dengan nama Groote Post Weg, bertujuan untuk mempercepat gerakan tentara dan mengangkut hasil bumi.
Jalan tersebut sekarang meliputi Ahmad Yani, Jenderal Sudirman, Ir. H. Juanda, Surya Kencana, Siliwangi, dan keluar Bogor melalui Raya Tajur.
Perkembangan Kota Bogor terus berlanjut pada masa pemerintahan Raffles dengan pembangunan Kebun Raya Bogor di halaman belakang Istana Bogor yang diresmikan pada 18 Mei 1817, atas prakarsa Prof. Dr. C.G.C. Reinwardt.
Baca juga: 3.000 Manuskrip Sejarah Bogor Ada di Perpustakaan Leiden Belanda