Berbeda dengan Kaicili Kalamata, yang belum menyerah dan terus merongrong kekuasaan adiknya yang berada di bawah pengaruh VOC.
Selain itu, perlawanan atas kekuasaan Sultan Mandarsyah-VOC juga terjadi di Kepulauan Maluku, seperti di Seram dan Ambon.
Perang bertambah besar ketika Kerajaan Makassar juga maju untuk melawan VOC.
Semua perlawanan dapat ditumpas oleh Belanda pada 1660-an, yang menandai penguasaan penuh VOC atas monopoli cengkih di kawasan Ambon.
Baca juga: Sultan Dayalu atau Sultan Hidayatullah dari Ternate
Ketika VOC menerjunkan pasukannya untuk menumpas perlawanan, Sultan Mandarsyah ditekan secara halus untuk menandatangani perjanjian.
VOC mengerti bahwa Sultan Mandarsyah dapat dijadikan alat untuk menegakkan monopoli rempah-rempah di Kepulauan Maluku.
Perjanjian yang ditandatangani pada 31 Juli 1652 itu menyatakan bahwa Kesultanan Ternate harus melaksanakan pelayaran hongi dan ekstirpasi (penebangan pohon-pohon cengkih) di wilayah yang ditentukan.
Selain itu, Kesultanan Ternate tidak boleh lagi mengangkat salahakan baru untuk kawasan seberang lautan di Maluku Tengah, yakni di Hoamoal, dan daerah ini menjadi wilayah yang langsung diperintah oleh Belanda di Ambon.
Sebagai imbalannya, VOC memberikan recognitie penningen, yakni kompensasi atau subsidi yang diberikan kepada sultan.
Selain itu, aliansi VOC dan Sultan Mandarsyah membawa dampak pada semakin luasnya wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Sultan Mandarsyah memerintah di bawah pengaruh VOC hingga akhir hayatnya pada 1675.
Referensi: