Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gudeg, Makanan Khas Jawa yang Kaya Rasa

Kompas.com - 30/09/2023, 08:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gudeg adalah hidangan khas Jawa yang terkenal dengan cita rasa manisnya.

Makanan khas Jawa ini ternyata memiliki sejarah yang panjang dan penuh misteri.

Salah satu varian gudeg paling umum adalah yang terbuat dari nangka muda, meskipun ada juga yang menggunakan rebung.

Asal-usul gudeg telah menjadi subjek perdebatan dan mitos selama bertahun-tahun, dengan berbagai versi cerita yang beredar di masyarakat.

Hidangan ini tidak hanya terkenal di Jawa Tengah dan Yogyakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia, bahkan hingga mancanegara.

Jejak sejarah gudeg dapat ditelusuri sebelum berdirinya Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang menambahkan nuansa misterius pada asal-usulnya.

Baca juga: Sejarah Gudeg, Dulunya Makanan Prajurit

Mengapa diberi nama gudeg?

Awalnya, gudek diberi nama sesuai dengan cara memasaknya, yaitu dengan mengaduk bahan-bahan di atas kayu besar untuk mencegah pembakaran.

Hidangan ini populer di kalangan masyarakat Jawa karena bahan-bahannya mudah ditemukan di halaman rumah. 

Pada masa lalu, pohon nangka dan kelapa dapat tumbuh subur di tanah Jawa.

Variasi awal gudeg dikenal dengan sebutan  gudeg basah atau nyemak, tetapi jenis ini memiliki kelemahan karena tidak tahan lama dan sulit dibawa saat bepergian.

Inovasi kemudian muncul untuk dapat menghasilkan gudeg kering dan memiliki masa simpan lebih lama.

Gudeg kering ini memakan proses memasak yang lebih panjang, tetapi hasilnya dapat bertahan hingga 24 jam atau lebih jika disimpan di dalam lemari es.

Seiring berjalannya waktu, gudeg mengalami inovasi lebih maju, seperti kemunculan dalam kemasan kaleng yang memudahkan distribusi di berbagai lokasi, baik lokal maupun internasional.

Jejak sejarah gudeg dalam beberapa versi

Salah satu versi sejarah gudeg menyebutkan bahwa makanan ini telah ditemukan dari masa pemerintahan Panembahan Senopati, yang merupakan raja pertama Mataram Islam.

Pada masa itu, Panembahan Senopati bersama dengan tokoh-tokoh, seperti Ki Ageng Panepak dan Ki Ageng Pemanahan, terlibat dalam pembukaan hutan untuk mendirikan istana Yogyakarta.

Di dalam hutan tersebut, mereka menemukan banyak pohon nangka dan kelapa.

Pohon-pohon nangka dan kelapa yang tumbuh subur di wilayah ini kemudian menjadi salah satu inspirasi untuk menciptakan hidangan gudeg.

Versi lain tentang sejarah gudeg dikaitkan dengan masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang merupakan cucu dari Panembahan Senopati.

Menurut cerita ini, gudeg pertama kali muncul selama penyerangan oleh pasukan Mataram terhadap VOC di Batavia (sekarang Jakarta).

Baca juga: Riwayat Krecek, Sohibnya Gudeg

Hidangan ini diyakini menjadi makanan bagi prajurit Mataram selama penyerangan tersebut.

Namun, ada keraguan terkait versi ini karena gudeg pada saat itu masih dalam bentuk basah yang tidak dapat bertahan lama.

Penyerangan ke Batavia memerlukan waktu cukup lama dan jarak jauh.

Terkait versi lainnya, sejarah mencatat bahwa gudeg pertama kali dikenal pada 1819 karena hidangan ini telah menjadi makanan umum yang dikonsumsi oleh masyarakat di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Meskipun terdapat berbagai versi sejarah, asal-usul gudeg tetap menjadi misteri yang belum sepenuhnya terpecahkan.

Referensi:

  • Kurniawati, L. S. M. W., & Marta, R. F. (2021). Menelisik sejarah gudeg sebagai alternatif wisata dan citra kota Yogyakarta. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, 15(1), 26-35.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com