Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Leo Szilard: Bapak Spiritual Bom Atom

Kompas.com - 04/08/2023, 08:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR–akhir ini, nama Julius Robert Oppenheimer (1904-1967) begitu populer. Film "Oppenheimer" mendongkrak popularitas sang ilmuwan yang dijuluki Bapak Bom Atom.

Oppenheimer adalah salah satu ilmuwan yang terlibat dalam "Manhattan Project". Ini adalah mega proyek pengembangan senjata nuklir yang dibiayai militer Amerika Serikat pada era Perang Dunia II.

Proyek ini melibatkan ribuan ilmuwan dan beberapa di antaranya adalah peraih nobel. Nama-nama seperti Arthur Compton, James Franck, Enrico Fermy adalah peraih Nobel yang terlibat langsung dalam mega proyek ini.

Nama Albert Einstein (1879-1955) juga dikaitkan dengan "Manhattan Project". Sebenarnya, Einstein tidak pernah terlibat secara langsung dalam mega proyek ini. Peran Einstein adalah mendorong pemerintah Amerika Serikat dalam percepatan pengembangan senjata nuklir.

Einstein menandatangani surat yang ditujukan kepada Presiden Roosevelt pada 1939. Surat tersebut memaparkan urgensi pengembangan senjata nuklir.

Draft surat tersebut tidak dibuat oleh Einstein, tetapi oleh Leo Szilard (1898-1964). Siapakah Leo Szilard?

Nama Szilard memang tidak sepopuler Einstein atau Oppenheimer. Dia adalah fisikawan Hungaria keturunan Yahudi.

Bersama dengan Enrico Fermi, Szilard adalah pemegang paten reaktor nuklir. Szilard dijuluki sebagai Bapak Rohani Bom Atom.

Szilard bukanlah seorang rohaniwan. Julukan Bapak Rohani adalah metafora terkait peran Szilard dalam "Manhattan Project".

Szilard adalah inisiator "Manhataan Project" sekaligus penentang penggunaan bom atom. Barangkali ini terdengar sangat kontradiktif. Namun itulah sosok Szilard yang selalu berpikir selangkah ke depan.

Inisiator "Manhattan Project"

Pada 1933, Szilard sudah mengendus kemungkinan pemecahan inti atom untuk menciptakan reaksi berantai (nuclear chain reaction). Ini adalah salah satu etape penting dalam pengembangan senjata nuklir.

Pada 1939, dua ilmuwan Jerman -Otto Hahn dan Fritz Straßmann - berhasil melakukan pemecahan uranium.

Leo Szilard mendengar berita ini dari Niels Bohr. Szilard sangat khawatir, pihak NAZI sudah melangkah lebih jauh dalam pengembangan senjata nuklir.

Pada 2 Agustus 1939, Szilard membuat draft surat yang diakhiri dengan kata-kata “Yours very truly…. Albert Einstein”.

Szilard memanfaatkan kebesaran nama Albert Einstein untuk membujuk Presiden Frankin De Roosevelt. Szilard mendatangi Einstein untuk menandatangani draft surat tersebut.

Surat diserahkan kepada sang presiden melalui perantara Alexander Sachs – penasihat Presiden Roosevelt.

Setelah mendapat sambutan positif dari sang presiden, Sachs segera membentuk Advisory Uranium Committee (AUC) untuk mengakselerasi pengembangan senjata nuklir. AUC adalah cikal bakal dari "Manhattan Project".

Pada 28 Desember 1942, Presiden Roosevelt merestui pelaksanaan "Manhattan Project" untuk mempercepat pengembangan bom atom dengan skala yang jauh lebih besar.

Szilard terlibat secara langsung dalam mega proyek ini dan bekerja di Laboratorium Metalurgi Universitas Chicago di bawah pimpinan Arthur Compton.

Penentang penggunaan bom atom

Szilard dikenal sebagai seorang yang selalu berpikir satu langkah kedepan. Dampak politik dan kemanusiaan senjata bom atom mengusik pikiran Szilard.

Penggunaan bom atom akan memicu kompetisi persenjataan dengan pihak Uni Soviet. Inilah yang menjadi ketakutan dari Szilard.

Sebelum "Manhattan Project" selesai, Szilard telah memutuskan untuk menentang penggunaan senjata nuklir.

Pada Maret 1945, Szilard menggalang petisi bersama beberapa ilmuwan yang terlibat dalam "Manhattan Project". Petisi ini memaparkan bahwa penggunaan bom atom akan memicu kompetisi senjata nuklir dengan pihak Rusia.

Dalam pandangan Szilard, menghindari persaingan senjata nuklir jauh lebih penting dari pada kepentingan jangka pendek – menghancurkan lawan dengan cepat. Petisi ini tidak sampai tangan Roosevelt.

Szilard memutar otak agar dapat bertemu dengan Presiden Rooselvelt. Szilard mencoba untuk menemui istri sang presiden – Eleanor Roosevelt.

Akan tetapi, Presiden Rooselvelt mati mendadak pada 12 April 1945, dan Szilard belum sempat menemui Eleanor Roosevelt.

Bom nuklir belum selesai dibuat, Jerman sudah terlebih dahulu menyerah pada 8 Mei 1945. Sementara itu, posisi Jepang semakin terdesak meskipun masih terus gigih bertahan membendung laju tentara sekutu.

Szilard tidak lagi melihat adanya urgensi penggunaan bom atom untuk mengalahkan pihak Jepang.

Pada Juni 1945, beberapa ilmuwan yang terlibat dalam "Manhattan Project" menyampaikan laporan kalkulasi dampak penggunaan senjata nuklir.

Laporan disusun atas inisiatif James Franck dan laporan ini kemudian dikenal dengan nama "Franck Report". Szilard adalah salah satu ilmuwan yang menandatangani laporan ini.

"Frank Report" menolak peledakan bom atom di wilayah Jepang karena dapat memicu kompetisi persenjataan nuklir dengan pihak Uni Soviet.

Untuk mengakhiri perang, "Frank Report" menyarankan untuk mengundang pihak Jepang menyaksikan uji coba bom atom di tempat yang tidak ada penghuninya.

Dengan menyaksikkan kedahsyatan bom atom, diharapkan pihak Jepang mau menyerah kepada pihak Amerika Serikat. Ini adalah ide yang brilian meskipun terkesan naif. "Frank Report" tidak digubris oleh Presiden Harry Truman.

Salah satu etape penting dalam "Manhattan Project" adalah Tritnity Test. Ini adalah uji coba hulu ledak nuklir pada 16 Juli 1945, di Los Alamos New Mexico.

Daya ledak nuklir ini setara dengan 15.000 ton dinamit. Ini adalah senjata yang sangat dahsyat dan mematikan.

Szilard kembali menggalang petisi di kalangan para ilmuwan yang terlibat di dalam "Manhattan Project" untuk menolak penggunaan bom atom.

Ada sekitar 70 ilmuwan yang menandatangani petisi ini. Jumlah ini tidak seberapa karena "Manhattan Project" mempekerjakan lebih dari 2000 ilmuwan.

Szilard menyerahkan petisi ini kepada Arthur Compton untuk dikirim ke Washington pada 19 Juli 1945. Petisi ini baru dibaca President Harry. S Truman setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima, Jepang.

Szilard gagal mencegah penggunaan senjata bom atom. Di dalam suratnya kepada Oppenheimer, Szilard menuliskan demikian:

"Aku kira hampir tidak ada gunanya untuk meyakini bahwa petisi semacam itu merupakan langkah yang paling efektif untuk mengubah jalannya peristiwa. Akan tetapi, aku tidak memiliki keraguan sedikitpun di dalam pikiranku terkait martabat ilmuwan di mata masyarakat dalam satu atau dua tahun dari sekarang. Ini adalah hal yang baik untuk diungkapkan bahwa sebagian kecil dari ilmuwan akan tercatat dalam sejarah karena memberikan prioritas yang jauh lebih besar kepada pertimbangan moral dan merekapun harus mengungkapkan hak mereka yang dilindungi oleh konstitusi untuk menyampaikan petisi kepada presiden."

Setelah Perang Dunia II berakhir, Szilard tidak lagi melibatkan diri dalam pengembangan senjata nuklir. Szilard mendalami bidang biologi dan menghasilkan beberapa paten dan jurnal ilmiah dalam bidang biologi.

Selain itu, Szilard terlibat aktif dalam usaha perdamaian. Szilard dengan gigih mengampanyekan pencegahan pengembangan senjata nuklir dan pembatasan penggunaan senjata nuklir.

Perihal keterlibatannya dalam usaha perdamaian, Szilard berkelakar demikian:

Barangkali seorang ilmuwan diperbolehkan untuk berbicara tentang perdamaian bukan kerana dia mengetahui lebih banyak persoalan perdamaian daripada orang lain, tetapi karena
tidak ada seoangpun yang memang lebih mengetahui persoalan tersebut.”

Kegigihan Szilard dalam mencegah penggunaan bom atom meninggalkan kesan kenaifan. Barangkali karena berpikir selangkah ke depan, Szilard terkesan naif.

Kemanusiaan membutuhkan sosok-sosok yang naif agar orang terus berpikir dan tidak kehilangan asa di hadapan kebrutalan realitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com