JUMAT, 23 Juni atau 4 Dzulhijjah 1444, para petugas haji Kementerian Agama RI mengadakan shalat Jumat di kantor.
Kami mendengar khotbah Jumat dari kiai muda keturunan imam Masjid al-Haram Makkah, KH Zulfa Mustofa. Kakek beliau adalah Sykeh Nawawi al-Bantani (1813-1897).
KH Zulfa mengutip kisah dua malaikat yang hadir dalam dua mimpi Ali bin Mauqif dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.
Di mimpi pertama, dua malaikat memberi cerita tentang enam orang saja yang diterima hajinya dari 6.000 jamaah.
Dalam mimpi kedua, satu saja dari 6.000 jamaah itu bisa membuat 100.000 jamaah lain sah ibadahnya.
Pesan dari kisah itu, menurut hemat Penulis, bahwa ibadah haji itu rumit. Tawaf, sa’i, berdiam di Arafah, menginap di Muzdalifah, dan melempar kerikil di Mina melibatkan aktivitas fisik dan melawan keringnya udara.
Jamaah Indonesia, setelah terbang delapan jam dari Jakarta ke Jeddah atau Madinah, langsung disambung umroh (tawaf dan sa’i).
Setelah itu agak santai, karena kita mempraktikkan haji tamattu’ (diskon kenikmatan), melaksanakan umroh terlebih dahulu sebelum tanggal haji serta berpakaian biasa, bukan ihram.
Bisa saja jamaah melakukan tawaf atau shalat berkali-kali di area Haram. Itu juga tidak mudah. Bagi jamaah Indonesia ada bis sholawat yang mengantar dari tiga terminal, Syib Amir, Jiad, dan Bab Ali ke sebelas sektor dan 118 hotel.
Sejak Jumat, bus sholawat sudah berhenti beroperasi. Beberapa hari terakhir, area Haram bukan main sibuknya. Taksi akan bertambah mahal karena jalurnya berputar.
Menjelang wukuf, mabit, dan jumrah, semua cemas dan para petugas sibuk mempersiapkan, apalagi banyak unsur lansianya, tiga puluh persen.
Bagaimana mengatur bus, pengguna kursi roda, dan lansia yang terbatas gerakannya. Penghitungan pendamping dan pendorong juga harus teliti.
Para petugas mempunyai kewajiban ganda, mengatur jamaah lain dari Daker (Daerah Kerja), sebelas sektor, rombongan, regu, dan kloter. Semua berpikir jeli tentang akomodasi dan kesehatan jamaah. Kemungkinan-kemungkinan terburuk terus diantisipasi.
Jelas cerita dua malaikat dalam mimpi itu menyiratkan bahwa haji bukan ibadah individu. Haji adalah ibadah bersama, bahkan massal dari berbagai unsur, menuntut organisasi dan manajemen yang tidak sederhana.
Kisah dua malaikat itu juga menyiratkan bahwa sah dan tidaknya ibadah tidak tergantung diri sendiri, tetapi tanggungjawab bersama.