Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teks Proklamasi Otentik dan Teks Proklamasi Asli

Kompas.com - 03/06/2023, 12:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Teks otentik proklamasi adalah teks proklamasi yang ditandatangani dan dibacakan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945.

Teks otentik bukanlah teks asli yang ditulis tangan oleh Soekarno dalam perumusannya bersama Hatta dan tiga tokoh lainnya di rumah Laksamana Maeda.

Dalam teks otentik yang diketik Sayuti Melik, terdapat perubahan-perubahan dari teks asli yang telah disepakati dalam perumusan oleh lima tokoh kemerdekaan.

Lantas apa saja perubahan-perubahan dalam teks proklamasi otentik tersebut? Berikut ulasan sejarah singkat mengenai teks asli dan teks otentik.

Baca juga: Sejarah Proklamasi 17 Agustus 1945

Teks Proklamasi Asli

Teks asli dirumuskan oleh Soekarno, Hatta, Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik dalam diskusi singkat di sebuah ruangan kecil di rumah Laksamana Maeda pada 17 Agustus dini hari.

Ketika perumusan teks proklamasi, Soekarno meminta Hatta untuk menuliskan kalimat teks proklamasi karena bahasanya paling baik di antara tokoh lainnya yang berembuk.

Namun Hatta justru meminta Soekarno untuk menulisnya dan ia akan mendiktekan kalimat-kalimat proklamasinya.

Di atas secarik kertas dan pena di tangan, Soekarno mulai menulis apa yang didiktekan oleh Hatta.

Hatta mengawali kalimat pertama dengan mengambil inti dari alinea ketiga Pembukaan UUD sehingga berbunyi ‘kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia’.

Baca juga: Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

Ia kemudian mendiktekan kalimat selanjutnya, ‘hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya‘.

Setelah lima tokoh itu sepakat, mereka Kembali ke ruang tengah yang dipenuhi oleh tokoh kemerdekaan lainnya baik dari PPKI maupun dari golongan muda dan menyodorkan teks tersebut.

Perdebatan Teks Asli

Teks tersebut kemudian dibacakan kepada kalangan yang hadir, kemudian muncullah perdebatan lagi mengenai naskah tersebut, salah satunya adalah kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia”.

Soekarno mengusulkan agar teks tersebut ditandatangani oleh seluruh yang hadir dalam perumusan tersebut, sehingga dipakailah kalimat tersebut.

Sukarni menolak usul dan kalimat tersebut karena dianggap menyetarakan kelompok Sukarni dan PPKI, dan Soekarni menolak disandingkan dengan kelompok PPKI.

Baca juga: PPKI: Sejarah, Tujuan, Peran, dan Tugasnya

Sukarni melalui saran Sayuti Melik menyarankan agar cukuplah Soekarno dan Hatta yang menandatangani naskah tersebut atas nama bangsa Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com