KOMPAS.com – Jumat, 17 Agustus 1945, Soekarno yang didampangi Bung Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tepat pada pukul 10.00 WIB di Jakarta.
Keduanya berperan penting, tak cuma membacakan. Mereka mendesak proklamasi, menyiapkan, dan merumuskan.
Proklamasi tersebut dirumuskan singkat, kurang dari tiga hari.
Kendati berjalan singkat, di balik peristiwa proklamasi tersebut terdapat konflik pemikiran terlebih dahulu antara golongan tua dan muda.
Baca juga: Sejarah Proklamasi 17 Agustus 1945
Beberapa catatan menuliskan bahwa Hatta dan Soekarno adalah paket lengkap, seorang pemikir dan ahli retorika.
Banyak anggapan bahwa secara pemikiran Hatta dianggap lebih unggul dari Soekarno, namun pemikiran tanpa retorika seperti Soekarno juga tidak cukup untuk situasi kala itu.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, di Dalat, Singapura terjadi pertemuan antara Soekarno, Hatta, dan Radjiman dengan Jenderal Terauchi.
Pertemuan itu menjawab perjuangan Soekarno dan Hatta serta tokoh lainnya dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Kronologi Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Jepang menyampaikan resmi memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Soekarno kala itu sempat bertanya ke Terauchi kapan kiranya berita kemerdekaan dapat diumumkan kepada rakyat Indonesia. Terauchi menyerahkan itu kepada putusan PPKI.
Hari pertemuan tersebut juga bertepatan dengan ulang tahunnya Hatta. Ia menganggap berita baik itu adalah hadiah ulang tahunnya atas jasa-jasanya menyiapkan kemerdekaan Indonesia.
Namun, sampai tersiarnya berita kekalahan Jepang dari sekutu, belum diputuskan kapan proklamasi kemerdekaan akan diumumkan kepada rakyat Indonesia.
Baca juga: Kekalahan Jepang di Perang Asia Timur Raya
Berita kekalahan Jepang mulanya disembunyikan dari masyarakat luas. Akan tetapi, Sutan Syahrir telah mendengar berita tersebut dan menyebarkan kepada golongan muda lainnya.
Para golongan muda kemudian mendatangi kediaman Soekarno dan mendesaknya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus 1945.
Usulan tersebut langsung ditolak Soekarno dengan alasan tergesa-gesa dan menunggu sidang PPKI. Demikian juga dengan Hatta yang tak sepakat usulan golongan muda tersebut.