Dari rangkain kisah yang beredar tersebut, secara tidak langsung menyimpan suatu makna dari simbol-simbol kisah kuntilanak, bahwa adanya ketidakmampuan perempuan dalam melawan kaum laki-laki.
Ketidakmampuan perempuan dalam menandingi kaum laki-laki, kemudian dilampiaskannya dalam wujud kuntilanak yang dikisahkan memiliki kemampuan di atas manusia biasa.
Dalam narasi lain, kuntilanak dikisahkan sebagai makhluk atau hantu liar yang mengincar laki-laki nakal pada umumnya.
Akan tetapi, ada satu cara agar dapat membuat kuntilanak menjadi makhluk atau hantu setengah manusia yang tunduk pada laki-laki, dengan cara menancapkan paku di kepalanya.
Narasi menancapkan paku di kepala kuntilanak secara simbolik menggambarkan adanya upaya penekanan atau pemaksaan tunduk bagi perempuan terhadap laki-laki.
Kuntilanak yang diidentikkan dengan pohon tinggi besar yang berumur tua sebagai tempatnya bersemayamnya, juga menyimpan makna-makna tertentu.
Tradisi lisan masyarakat Pontianak yang ditampung dalam artikelnya Timo Duile, menceritakan tentang keberhasilan Sultan Syarif dalam mengusir kuntilanak.
Pengusiran ini dilakukan dengan cara menembakkan meriam sehingga kuntilanak pun pergi dari pohon-pohon besar dekat penduduk menuju daerah pedalaman.
Pengusiran ini secara tidak langsung mengembangkan lagi narasi-narasi kuntilanak menjadi hantu yang terusir dan hidup sendirian di batang pohon tinggi besar.
Dalam kebanyakan narasi atau film-film, kuntilanak digambarkan sebagai hantu yang lebih sering sendirinya.
Dalam kesendiriannya, kuntilanak juga digambarkan kerap suka menangis dan menyanyi kesepian.
Simbol keterasingan tersebut mengartikan bahwa betapa kesepian kuntilanak sebagai makhluk yang terusir dan terasingkan.
Baca juga: Sejarah di Balaik Keindahan Pulau Nusa Barung yang Tak Berpenghuni
Masyarakat tradisional Pontianak sangat mempercayai keberadaan penunggu, termasuk kuntilanak yang mendiami pohon-pohon besar.
Masyarakat tradisional Pontianak dulunya tidak menganggap penunggu sebagai musuh, melainkan sebagai bagian dari realitas sosial mereka juga.
Adanya kepercayaan dan sudut pandang demikian, berdampak terhadap kesadaran masyarakat pentingnya tidak menebang pohon sembarangan.
Sebelum menebang pohon, masyarakat tradisional Pontianak melakukan ritual terlebih dahulu.
Ritual ini dimaksudkan untuk bernegosiasi dengan penunggu pohon tentang kesediannya berpindah ke pohon lain, karena pohonnya akan ditebang.
Tentu dengan adanya kesadaran akan simbol-simbol yang terpatri dalam kisah dan narasi kuntilanak memberi dampak keseimbangan masyarakat dalam menjalani kehidupan, baik secara hubungan sesama makhluk ataupun dengan lingkungannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.