Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rabiah Al Adawiyah, Sufi Perempuan yang Ingin Membakar Surga

Kompas.com - 03/02/2023, 19:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rabiah Al-Adawiyah atau dikenal juga dengan nama Rabi'ah Basri adalah sufi perempuan yang dikenal dengan kesucian dan kecintaannya terhadap Allah.

Ia merupakan wanita beraliran Sunni pada masa Dinasti Umayyah yang menjadi pemimpin dari murid-murid perempuan dan zahidah.

Berkat peranannya yang besar, Rabiah Al-Adawiyah dijuluki sebagai "The Mother of the Grand Master" atau Ibu Para Sufi Besar karena Kezuhudannya.

Salah satu kisah tentang Rabiah Al-Adawiyah yang paling populer adalah ia merupakan sufi perempuan yang ingin membakar surga menggunakan obor.

Baca juga: Biografi Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Legendaris Persia

Awal kehidupan

Rabi'ah Al-Adawiyah lahir di Kota Basrah, Irak, sekitar abad ke-8, tahun 713-717 M.

Ia adalah anak keempat dari keluarga yang terbilang miskin.

Ayahnya bernama Ismail, ketika malam menjelang kelahiran Rabi'ah, kondisi perekonomian sang ayah sangat buruk sehingga ia tidak punya uang dan penerangan untuk bisa menemani istrinya melahirkan.

Beberapa hari kemudian setelah Rabi'ah lahir, Ismail bertemu dengan Nabi Muhammad dalam mimpinya.

Di dalam mimpi itu, Nabi Muhammad mengatakan kepada Ismail untuk tidak bersedih karena Rabi'ah kelak akan tumbuh menjadi seorang wanita yang mulia.

Sejak kecil, Rabi'ah sudah dikenal sebagai anak yang sangat pintar dan taat beribadah.

Beberapa tahun berselang, ayahnya, Ismail meninggal dunia yang kemudian disusul oleh sang ibu, sehingga sejak kecil Rabi'ah sudah menjadi yatim piatu.

Kedua orang tuanya hanya meninggalkan harta sebuah perahu yang kemudian digunakan oleh Rabi'ah untuk mencari nafkah.

Rabi'ah pun bekerja sebagai penarik perahu yang menyebrangkan orang-orang dari Sungai Dajilah ke sungai lain.

Dijadikan hamba sahaya (perdagangan manusia)

Saat Basrah dilanda bencana alam dan kemarau panjang, Rabi'ah bersama ketiga saudaranya memilih untuk berkelana ke berbagai daerah demi bertahan hidup.

Namun, dalam pengembaraannya, Rabi'ah terpisah dengan ketiga saudara perempuannya.

Nahasnya, Rabi'ah yang hanya seorang diri diculik oleh sekelompok penyamun dan ia dijadikan hamba sahaya.

Hamba sahaya adalah orang yang menjadi korban perdagangan manusia.

Disebutkan bahwa Rabi'ah dijadikan hamba sahaya seharga enam dirham kepada seorang pedagang.

Selama beberapa waktu, Rabi'ah harus hidup di dalam kesengsaraan yang teramat dalam.

Suatu malam, Rabi'ah bermunajat kepada Allah, apabila dapat bebas dari perbudakan ini, ia berjanji tidak akan berhenti beribadah.

Tidak disangka, doa Rabi'ah langsung terjawab. Saat sedang salat malam, tiba-tiba majikan dari Rabi'ah dikejutkan oleh sebuah lentera yang bergantung di atas kepalanya tanpa sehelai tali.

Cahaya tersebut bagaikan lentera yang menyinari seluruh rumah atau yang disebut sakinah, berarti cahaya rahmat Tuhan dari seorang muslimah suci.

Melihat peristiwa aneh ini, sang majikan merasa takut sehingga Rabi'ah dibebaskan.

Baca juga: Apakah Firaun Ada yang Perempuan?

Menjadi sufi perempuan

Setelah tidak lagi menjadi hamba sahaya, Rabi'ah pergi ke Padang Pasir dan tinggal di sana.

Di tempat inilah Rabi'ah menghabiskan waktunya beribadah kepada Allah.

Bahkan, Rabi'ah juga memiliki majelis yang dikunjungi oleh banyak murid.

Semasa hidup, Rabi'ah memberikan seluruh hidupnya hanya untuk Allah. Tidak ada satu pun di dunia ini yang dicintai Rabi'ah kecuali Allah.

Saking ikhlasnya Rabi'ah beribadah kepada Allah, hatinya sampai tidak ada rasa takut terhadap neraka atau pun mengharap surga.

Baca juga: Ratu Kalinyamat, Pahlawan Maritim Perempuan dari Jepara

Ingin membakar surga

Dikisahkan bahwa suatu siang, Rabi'ah Al-Adawiyah berlari-lari tanpa tujuan di Kota Baghdad sembari menenteng sebuah air dan memegang obor di tangan kirinya.

Orang-orang pun menanyai Rabi'ah tentang apa yang sedang ia lakukan.

Rabi'ah pun menjawab bahwa ia ingin membakar surga dan menyiram neraka.

Orang-orang yang mendengar jawaban Rabi'ah pun semakin kebingungan.

Menurut Rabi'ah, harapan akan surga dan ketakutan akan api neraka inilah yang membuat umat Islam menjadi semakin jauh dari cinta dan kasih kepada Allah SWT.

Oleh sebab itu, Rabi'ah ingin membakar surga supaya sirna segala harapan akan surga. 

Lalu, ia juga ingin menyiram api neraka supaya lenyap segala rasa takut umat Islam terhadap panasnya api neraka.

Setelah kedua hal itu dilakukan, mungkin umat Islam akan menjadi lebih cinta kepada Allah karena cinta itu sendiri, tanpa ada pengharapan terhadap surga dan ketakutan terhadap api neraka.

Wafat

Sekembalinya Rabi'ah dari Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji, kesehatan sang sufi perempuan ini mulai menurun.

Rabi'ah diperkirakan meninggal dunia di usia 83 tahun pada 1801.

Jasadnya dikebumikan di Bashrah, Irak.

 

Referensi:

  • Krishna, Anand. (1999). Menyelami Samudera Kebijaksanaan Sufi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Glasse, Cyril. (1989). Ensiklopedia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • as-Sulami, Abu Abdurrahman. (2004). Sufi-sufi Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com