KOMPAS.com - Sejak masa praaksara hingga masa Hindu Buddha, masyarakat di Kepulauan Indonesia telah memiliki kemampuan membuat kapal.
Bukti kemampuan tersebut terdapat pada Prasasti Bebetin yang menyebutkan tentang pekerjaan pembuat sampan dan perahu pada abad ke-7 M.
Lalu, apa isi Prasasti Bebetin?
Baca juga: Faktor Pendorong Perkembangan Pelayaran dan Perdagangan di Indonesia
Dalam Prasasti Bebetin dikisahkan tentang tiga hal, yaitu:
Prasasti Bebetin ditemukan di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Prasasti ini berbahasa Bali Kuno, yang berisi keterangan tentang kuta di banwa bharu. Artinya, desa bharu yang berbenteng.
Lebih lanjut, isi Prasasti Bebetin mengisahkan tentang sebuah desa yang diserang atau dirusak oleh perampok.
Konon, banyak penduduk mati terbunuh atau terluka di dalam peristiwa tersebut. Tidak sedikit juga warga yang memilih untuk mengungsi.
Setelah keadaan terlihat aman, penduduk mulai kembali ke Desa Bharu.
Lalu, raja menyuruh pejabat di desa itu, yakni Kumpi Ugra dan Biksu Widya Ruwana memimpin pembangunan kuil Hyang Api.
Tujuannya adalah untuk melengkapi desa tersebut secara spiritual.
Baca juga: Kerajaan Bali: Berdiri, Raja-raja, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan
Desa Bharu diperkirakan terletak di pesisir pantai utara Pulau Bali. Desa ini menjadi salah satu pelabuhan yang beroperasi pada waktu itu.
Kemudian tertulis pula ketentuan-ketentuan yang mengatur para saudagar dari luar Bali yang berdagang di sana dan apa yang harus dilakukan jika perahu-perahu mereka rusak.
Selain itu, prasasti ini memuat pula aturan-aturan pembagian harta warisan dan ketetapan mengenai tugas atau kewajiban sekaligus hak-hak penduduk yang tinggal di sana.
Sebagian teks yang tertulis dalam Prasasti Bebetin berbunyi:
… anada tua banyaga turun ditu, paniken (baca: paneken) di hyangapi, parunggahna, ana mati ya tua banyaga, perduan drbyana prakara, ana cakcak lancangna kajadyan papagerrangen kuta …
Artinya:
…Jika ada saudagar berlabuh (turun) di sana, barang-barang persembahannya supaya dihaturkan kepada kuil Hyang Api, (jika) ada mati (di antara) saudagar itu, segala harta miliknya agar dibagi dua, (jika) perahunya rusak, supaya dijadikan pagar untuk memperkuat benteng, …
Referensi: