Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk menangkap Mohammad Hatta dan memenjarakannya di Den Haag, Belanda pada 23 September 1927. Ia baru dibebaskan pada 22 Maret 1928.
Sekembalinya ke Indonesia pada 1932, Mohammad Hatta bergabung dengan organisasi bernama Club Pendidikan Nasional Indonesia.
Tujuan organisasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui berbagai pelatihan.
Lebih lanjut, Mohammad Hatta juga masih terus menulis kritik-kritiknya terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1933.
Tindakan yang dilakukan Mohammad Hatta pun membuat dirinya kembali ditangkap karena aktivitasnya dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap pemerintah Belanda.
Mohammad Hatta ditangkap bersama Sutan Sjahrir pada Februari 1934.
Seorang tokoh nasionalis, yaitu H. Agus Salim sempat menulis artikel yang berisi permohonan agar Mohammad Hatta tidak mengalami nasib pembuangan.
Adapun isi artikel yang ia tulis berbunyi, “Boleh djadikah Drs. Mohammad Hatta akan dibuang?”
Namun sayangnya, pemerintah kolonial Belanda sudah tidak lagi peduli.
Malah, pada 16 November 1934, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah keputusan untuk mengasingkan sebagian tokoh nasionalis lain ke Boven Digoel.
Pada akhirnya, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir dibuang ke Boven Digoel, Irian Barat tanggal 28 Januari 1935.
Setelah itu, keduanya dipindahkan ke Banda Neira, Maluku dan ditahan di sana selama enam tahun.
Referensi: