JAKARTA, KOMPAS.com - Vaksin dalam sejarahnya terinspirasi dari sapi.
Adalah ilmuwan Inggris Edward Jenner yang tengah meneliti mengenai penyakit cacar sapi pada sekitar 1798.
Dalam literatur karyanya bertajuk Inquiry into the Variolae vaccinae known as the Cow Pox (1798), Jenner menyebutkan bahwa dirinya mengembangkan vaksin pertama untuk menanggulangi penyakit cacar sapi di negerinya.
Baca juga: Lokasi Vaksin Booster di Jabodetabek Tanggal 19-25 September
Biologis
Vaksin sejatinya merupakan sediaan biologis.
Sediaan biologis itu disuntikkan ke tubuh manusia atau hewan.
Sediaan biologis itu diharapkan mampu menghasilkan kekebalan adaptif dari penyakit tertentu.
Vaksin dalam penelitian Edward Jenner berasal dari mikroorganisme penyebab penyakit.
Vaksin bisa juga dibuat dari mikroorganisme yang dilemahkan maupun dimatikan kandungan racun penyebab penyakitnya.
Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali zat asing atau mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.
Usai mengenali zat asing itu, sistem kekebalan tubuh akan dapat membasmi mikroorganisme tersebut.
Dari temuan Edward Jenner itu, sedikitnya ada tiga jenis vaksin yang sudah terbukti efektif mengurangi dampak penyakit-penyakit yakni vaksin influenza, cacar air, dan HPV.
WHO alias Organisasi Kesehatan Dunia dalam informasi termutakhirnya sempat menginformasikan bahwa ada rencana penerbitan izin bagi sekitar 25 jenis vaksin untuk pencegahan infeksi.
Vaksinasi
Perkembangan vaksin sampai di masa digital ini membawa ke permukaan mengenai vaksinasi Covid-19.
Covid-19 sebagaimana dipahami adalah pandemi yang sedikitnya sepanjang tiga tahun ini menjadi keprihatinan dunia.
Vaksinasi vaksin Covid-19 pun menjadi kebijakan di banyak negara.
Indonesia juga melakukan prinsip yang sama bagi seluruh warganya.
Indonesia
Sejauh ini, Indonesia masih mengimpor vaksin dari banyak negara, termasuk China.
Data Kementerian Keuangan per April 2022 menunjukkan bahwa pada 2021, realisasi pembelian vaksin dari luar negeri ada di posisi 465,07 juta dosis.
Sementara, pada 2022 berjalan, pemerintah Indonesia sudah memanfaatkan dana impor vaksin di angka Rp 719 miliar.
Pada bagian selanjutnya, masih menurut Kementerian Keuangan, dorongan untuk memproduksi vaksin di dalam negeri juga ikut mengemuka.
Selanjutnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma mendapatkan tugas untuk memproduksi vaksin di dalam negeri.
Pada 2021, Bio Farma sudah melakukan studi praklinis dan uji klinis vaksin.
Realisasinya, pada 2022, vaksin produksi dalam negeri ini sudah siap edar.
Informasi terkini menunjukkan bahwa Bio Farma sudah mengadakan pertemuan dengan lembaga CEPI pada Kamis (15/9/2022).
CEPI adalah singkatan dari Coalition for Epidemic Preparadness Innovations.
Hasilnya, Indonesia dan CEPI akan berkolaborasi dalam tiga hal.
Pertama, kolaborasi untuk memperkuat kesiapsiagaan.
Kedua, kolaborasi untuk respons.
Ketiga, kolaborasi untuk keberlanjutan kapasitas Bio Farma.
Ketiga kolaborasi ini punya tujuan untuk tetap menghadapi pandemi dan epidemi di masa mendatang.
Pandemi dan epidemi ini bisa saja terjadi kembali di Indonesia maupun di kawasan Asia Tenggara.