Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaman Mesolitikum: Peninggalan, Manusia Pendukung, dan Ciri-ciri

Kompas.com - 12/07/2022, 13:04 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Zaman Mesolitikum merupakan zaman batu yang berlangsung antara periode Paleolitikum dan Neolitikum.

Zaman Mesolitikum dikenal juga sebagai Zaman Batu Tengah atau Batu Madya.

Periode Mesolitikum memiliki rentang waktu yang berbeda di berbagai belahan dunia. Begitu pula dengan hasil kebudayaan, yang dapat bervariasi di berbagai wilayah.

Di Indonesia, peninggalan dari Zaman Mesolitikum dapat ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.

Baca juga: Zaman Megalitikum: Peninggalan, Sejarah, Ciri, dan Kepercayaan

Salah satu ciri Zaman Mesolitikum adalah ditemukan kjokkenmoddinger di pesisir pantai timur pulau Sumatera yang diteliti oleh Dr. P. V. van Stein Callenfels.

Dari peninggalan itu, dapat diketahui tentang kepercayaan, kebiasaan sehari-hari, dan cara manusia purba bertahan hidup.

Ciri-ciri Zaman Mesolitikum

  • Ditemukannya Kjokkenmoddinger dan abris sous roche
  • Masyarakatnya mencari makan dengan berburu, meramu, dan bercocok tanam
  • Hidup semi nomaden, di tempat-tempat seperti goa atau tepi pantai
  • Alat-alat yang digunakan didominasi dari tulang dan bebatuan kasar
  • Sudah mengenal seni melukis
  • Sudah mengenal kepercayaan

Kehidupan manusia Zaman Mesolitikum

Pada periode ini, kondisi alam sudah jauh lebih stabil, sehingga manusianya dapat mengembangkan beberapa aspek kehidupannya.

Ciri utama peradaban pada periode ini adalah kehidupan semi nomaden, di mana sebagian manusianya telah hidup menetap di goa-goa dan yang lainnya masih berpindah-pindah.

Goa-goa tempat tinggal manusia purba pada Zaman Mesolitikum disebut abris sous roche.

Permukiman yang lebih permanen cenderung dekat dengan pantai.

Oleh karena itu, banyak ditemukan peninggalan Zaman Mesolitikum di sekitar tempat-tempat tersebut, salah satunya Kjokkenmoddinger atau tumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan kerang.

Manusia yang hidup pada periode ini mencari makan dengan cara berburu dan meramu atau food gathering.

Selain itu, sebagian masyarakatnya mulai mengenal tradisi bercocok tanam.

Peralatan dan senjata yang digunakan pada periode ini masih berbentuk kasar dan belum dihaluskan, seperti contohnya kapak genggam (pebble) dan kapak pendek berbentuk setengah lingkaran (hachecourt).

Masyarakatnya juga telah mengenal sistem organisasi sosial, pembagian kerja, dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Manusia pendukung Zaman Mesolitikum

Mnusia pendukung pada periode ini berasal dari campuran bangsa-bangsa pendatang dari Asia.

Seperti contohnya Suku Irian, Suku Sakai, Suku Atca, Suku Aborigin, dan Suku Semang.

Baca juga: Bangsa Mana yang Pertama Kali Meninggalkan Zaman Prasejarah?

Kjokkenmoddinger atau tumpukan sampah kerang di Argentina.Wikimedia Commons/Mikelzubi Kjokkenmoddinger atau tumpukan sampah kerang di Argentina.

Peninggalan Zaman Mesolitikum

Kjokkenmoddinger

Salah satu ciri kehidupan yang menonjol pada masyarakat zaman mesolithikum atau zaman batu madya di Indonesia hidup dari berburu dan meramu. Kebanyakan dari mereka hidup di gua-gua di tepi pantai. Hal ini terbukti dengan banyak ditemukannya Kjokkenmoddinger.

Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding yang artinya sampah.

Kjokkenmoddinger adalah tumpukan sampah dapur berupa kulit siput dan kerang yang menggunung dan tingginya bisa mencapai 7 meter.

Peninggalan ini ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera, antara Langsa di Aceh hingga Medan.

Diduga, Kjokkenmoddinger telah menumpuk dari generasi ke generasi karena masyarakatnya mulai menetap di sekitar pantai.

Abris sous roche

Zaman Mesolitikum juga dikenal karena kebudayaan abris sous roche atau hasil kebudayaan yang ditemukan di goa-goa.

Penemuan ini mengindikasikan bahwa manusia purba yang mendukung kebudayaan ini tinggal di goa-goa.

Abris sous roche pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Goa Lawa dekat Sampung, Ponorogo, pada 1928-1931.

Kebudayaan abris sous roche juga ditemukan di Besuki (Bojonegoro) dan di daerah Sulawesi Selatan seperti Lamoncong.

Kapak genggam

Pada 1925, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang yang berada di sepanjang pantai timur Sumatera.

Dari lokasi tersebut, ditemukan kapak genggam yang berbeda dari chopper di periode Paleolitikum.

Kapak genggam tersebut kemudian diberi nama pebble, atau dikenal sebagai kapak Sumatera.

Pebble terbuat dari batu kali yang pecah dan sisi luarnya dibiarkan kasar, sementara bagian dalamnya dikerjakan sesuai kebutuhan pemakainya.

Kapak pendek (hachecourt)

Kapak pendek juga ditemukan oleh Von Stein Callenfels ketika sedang meneliti Kjokkenmoddinger.

Bentuknya lebih pendek di banding kapak Sumatera, sehingga dinamai kapak pendek.

Batu pipisan

Batu pipisan yang ditemukan di Jawa menjadi tanda bahwa manusia Zaman Mesolitikum telah menumbuk makanan mereka.

Peninggalan ini berupa sejenis alat penggiling yang memiliki landasan.

Selain itu, batu pipisan juga dipakai untuk menghaluskan cat-cat merah yang berasal dari tanah.

Lukisan

Peninggalan dari Zaman Mesolitikum yang dianggap sebagai hasil kebudayaan tertinggi mereka adalah berupa lukisan gambar berwarna dari seekor babi hutan yang sedang berlari.

Sementara di beberapa goa lainnya, ditemukan gambar-gambar cap tangan berwarna merah.

Hasil kebudayaan ini ditemukan di Goa Leang-Leang di Sulawesi Selatan.

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com