Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa 3 Juli 1946, Upaya Kudeta Pertama di Indonesia

Kompas.com - 03/07/2022, 08:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pada 1946, Indonesia belum genap berusia satu tahun.

Indonesia juga masih mengalami krisis politik, salah satunya akibat kembalinya Belanda, yang membuat pejuang Indonesia saling sikut hingga tercipta kelompok oposisi.

Kala itu, para politisi dan pejuang Indonesia terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pertama mendukung langkah diplomasi dengan Belanda, seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin.

Sedangkan kelompok oposisi, yang memilih untuk mempertahankan kemerdekaan secara militer, terdiri dari Tan Malaka, Achmad Soebardjo, Sukarni, Iwa Kusuma Sumantri, dan Chaerul Saleh.

Kisruh antara dua kubu meruncing pada pertengahan 1946, yang menimbulkan meletusnya Peristiwa 3 Juli 1946.

Peristiwa 3 Juli 1946 adalah upaya kudeta pertama di Indonesia yang dilakukan oleh kalangan republik sendiri, tepatnya oleh kelompok Persatuan Perjuangan.

Berikut sejarah Peristiwa 3 Juli 1946.

Baca juga: Sutan Sjahrir: Masa Muda, Kiprah, Penculikan, dan Akhir Hidup

Siapa kelompok Persatuan Perjuangan?

Upaya kudeta Persatuan Perjuangan dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan atas kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang dinilai terlalu senang berdiplomasi.

Kelompok Persatuan Perjuangan adalah gabungan dari semua organisasi penentang upaya diplomasi yang diorganisir oleh Tan Malaka.

Organisasi Persatuan Perjuangan tidak dibentuk untuk melakukan politik damai, tetapi susunan revolusioner untuk mempertahankan kemerdekaan.

Pada 15 Maret 1946, Persatuan Perjuangan menggelar rapat akbar di Madiun yang dihadiri oleh sekitar 40 organisasi pendukungnya.

Menurut catatan sejarah, porsi terbesar yang hadir berasal dari kalangan militer, seperti perwakilan Jenderal Soedirman, Badan Pemberontakan Republik Indonesia (BPRI) yang dikomandoi Bung Tomo, Barisan Hisbullah, Barisan Banteng, Laskar Rakyat, dan Polisi Khusus yang dipimpin Yasin.

Baca juga: Tan Malaka: Masa Muda, Perjuangan, Peran, dan Akhir Hidupnya

Tokoh Persatuan Perjuangan diciduk, Sutan Sjahrir diculik

Kepada pemerintah, BPRI sempat mengeluarkan ancaman, bahwa apabila pemerintah gagal dalam menjalankan tugasnya, maka akan dilakukan kudeta.

Pergerakan Persatuan Perjuangan kian hari semakin menggusarkan Soekarno-Hatta dan Sjahrir.

Untuk mengurangi tekanan Persatuan Perjuangan, pemerintah mengambil tindakan keras.

Tepat setelah Kongres Persatuan Perjuangan ditutup oleh Tan Malaka, sejumlah tokohnya ditangkap oleh pemerintah secara diam-diam.

Tokoh Persatuan Perjuangan yang diciduk saat itu adalah Tan Malaka, Muhammad Yamin, Gatot, Abikusno, Sukarni, dan Chaerul Saleh.

Mereka ditangkap dengan tuduhan akan melakukan penculikan terhadap para anggota kabinet Sjahrir.

Baca juga: Tokoh yang Mengusulkan Dasar Negara: Moh Yamin, Soepomo, Soekarno

Tuduhan tersebut terbukti ketika pada 26 Juni 1946, Sutan Sjahrir dan beberapa anggota kabinetnya diculik.

Merespons penculikan tersebut, Soekarno berpidato pada 28 Juni 1946, menyatakan bahwa negara dalam keadaan bahaya sehingga kekuasaan pemerintah diserahkan kembali kepada Presiden RI.

Soekarno juga menuntut pembebasan Sutan Sjahrir dan anggota kabinetnya, yang kemudian dikabulkan.

Pada 1 Juli 1946, Sutan Sjahrir telah dibebaskan dan langsung menemui Soekarno.

Kendati demikian, upaya kudeta tetap terjadi, yang kemudian dikenal sebagai peristiwa 3 Juli 1946.

Baca juga: Alasan Perjanjian Linggarjati Berdampak pada Lengsernya Sutan Sjahrir

Peristiwa 3 Juli 1946

Pada 3 Juli 1946, Mayor Jenderal Soedarsono, yang menjadi dalang penculikan Sutan Sjahrir, menghadap Soekarno-Hatta dan Amir Syarifuddin.

Soedarsono kemudian menyodorkan empat lembar maklumat untuk ditandatangani Soekarno.
Beberapa isi maklumat tersebut di antaranya:

  • Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir II
  • Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik
  • Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Boentaran Martoatmodjo, RS Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
  • Presiden mengangkat 13 menteri negara yang nama-namanya dicantumkan dalam maklumat

Baca juga: Sukarni Kartodiwirjo: Masa Muda, Peran, Perjuangan

Soekarno, yang tidak menandatangani maklumat tersebut, kemudian memerintahkan penangkapan Soedarsono dan pendukungnya.

Dalam batasan tertentu, aksi Mayor Jenderal Soedarsono dapat dianggap sebagai upaya kudeta.

Alhasil, sekitar 14 orang yang diduga terlibat dalam upaya kudeta diajukan ke Mahkamah Tentara Agung.

Setelah itu, beberapa tokoh yang tertangkap dibebaskan, sebagian lainnya dipenjara dua sampai tiga tahun, sedangkan Soedarsono dan Muhammad Yamin dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Pada 17 Agustus 1948, seluruh tahanan Peristiwa 3 Juli 1946 telah dibebaskan melalui pemberian grasi presiden.

 

Referensi:

  • Zara, M. Yuanda. (2009). Peristiwa 3 Juli 1946. Yogyakarta: MedPress.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com