Pangeran Adipati Anom memberontak setelah mendengar statusnya sebagai Putra Mahkota Mataram akan dicabut dan diganti oleh putra Amangkurat I yang lain.
Namun, Pangeran Adipati Anom tidak memberontak secara terbuka. Ia secara sembunyi-sembunyi meminta bantuan dari Raden Kajoran, seorang imam dari Mataram, yang memperkenalkannya dengan Trunojoyo, cucu Cakraningrat I.
Baca juga: Mengapa Trunojoyo Memberontak dari Amangkurat I?
Pada 1670-an, Raden Trunojoyo melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I, yang dibantu oleh banyak pihak.
Puncak kemenangan Trunojoyo diraih pada pertengahan 1677, saat dirinya berhasil menduduki ibu kota Mataram di Plered hingga memaksa Amangkurat I yang sedang sakit menyingkir ke arah Cirebon untuk meminta bantuan kepada VOC.
Dalam pelariannya, Amangkurat I meninggal dan Pangeran Adipati Anom menjadi panik.
Sepeninggal ayahnya, Pangeran Adipati Anom menjadi penguasa Mataram dengan gelar Amangkurat II.
Setelah kemenangan para pemberontak di Plered, Pangeran Adipati Anom dan Pangeran Trunojoyo, yang sebelumnya bersekutu, justru terlibat konflik.
Akibatnya, Amangkurat II memilih untuk beralih ke pihak ayahnya dan meminta bantuan VOC untuk memadamkan perang Trunojoyo.
Amangkurat II dan VOC kemudian menandatangani perjanjian pada 1677, yang dikenal sebagai Perjanjian Jepara.
Baca juga: Perjanjian Salatiga: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya
Dalam perjanjian ini, pihak VOC diwakili oleh COrnelis Janzoon Speelman, selaku utusan khusus Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Perjanjian Jepara menyebutkan bahwa daerah-daerah pesisir utara Jawa, mulai Karawang sampai ujung timur, digadaikan VOC sebagai jaminan biaya perang menumpas Trunojoyo.
Meski syarat yang diberikan VOC atas bantuannya sangat merugikan Mataram, Amangkurat II tetap menyetujuinya.
Isi dari perjanjian Jepara adalah sebagai berikut.
Pada akhirnya, Trunojoyo berhasil dikalahkan dan Mataram kehilangan sebagian wilayahnya kepada VOC.
Referensi: