Untuk mengatasi perselisihan antara Belanda dan Indonesia, maka dibuatlah Perjanjian Linggarjati.
Meski merugikan, Indonesia terpaksa menyetujui perjanjian itu, karena belum mempunyai angkatan perang yang mumpuni.
Baca juga: Mengapa Perjanjian Linggarjati Merugikan Indonesia?
Ternyata, Belanda belum juga puas dan memilih melanggar perjanjian damai tersebut dengan melancarkan Agresi Militer I pada 21 Juli-5 Agustus 1947.
Akhir dari peristiwa Agresi Militer Belanda I adalah Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.
Lagi-lagi, Belanda melanggar perjanjian dengan Indonesia dan mulai melakukan Agresi Militer II pada Desember 1948.
Pertempuran baru dapat diredakan setelah Amerika Serikat bersama PBB mendesak agar segera dilakukan gencatan senjata dan perdamaian.
Pada akhirnya, tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani Perjanjian Reom-Royen yang menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda II.
Di tahun yang sama, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia.
Baca juga: Jenderal Simon Spoor, Pemimpin Agresi Militer Belanda
Selain Belanda dan Sekutu, Jepang juga menjadi negara yang harus dihadapi Indonesia. Salah satunya dalam peristiwa Pertempuran Lima Hari Semarang (15-19 Oktober 1945).
Pada 14 Oktober 1945, para tawanan Jepang yang bekerja di Pabrik Gula Cepiring akan dipindah ke Bulu. Namun, tiba-tiba mereka kabur.
Mengetahui hal ituu, rakyat Semarang berusaha melawan dan meminta Jepang untuk menyerahkan senjata mereka.
Akan tetapi, Mayor Kido menolak. Para pemuda Semarang kemudian berdiskusi di RS Purusara dan berencana untuk mencegat serta menyiksa mobil pasukan Jepang yang lewat di depan rumah sakit itu.
Baca juga: Pertempuran Lima Hari di Semarang
Namun, tanpa diduga Jepang memberikan serangan dadakan dan menahan para polisi istimewa yang sedang menjaga sumber air minum warga Semarang.
Kabar yang berhembus adalah Jepang meracuni sumber air itu. Untuk mengusut lebih lanjut berita tersebut, dikirimlah Kepala Laboratorium RS Purusara, Dr Kariadi, untuk memerika sumber air itu.
Saat sedang dalam perjalanan, tiba-tiba mobil Dr Kariadi dicegat dan ia ditembak secara keji.
Tewasnya Dr Kariadi semakin menyulut amarah warga hingga akhirnya pecah Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Pada akhirnya, rakyat Semarang dan pasukan Jepang berdamai pada 20 Oktober 1945.
Referensi: