Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Pertama BPUPKI: Tokoh, Kapan, Tujuan, Proses, dan Hasil

Kompas.com - Diperbarui 05/07/2022, 17:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada 29 April 1945, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

Hal itu dilakukan karena menjelang akhir Perang Dunia II, Jepang yang terus mengalami kekalahan dalam perang membutuhkan banyak dukungan, salah satunya dari Indonesia.

Untuk menarik simpati masyarakat Indonesia, Jepang membentuk BPUPKI dengan tujuan membantu negara Indonesia mempersiapkan kemerdekaannya.

Tugas BPUPKI adalah untuk mempelajari semua hal penting terkait politik, ekonomi, tata usaha pemerintahan, kehakiman, pembelaan negara, lalu lintas, dan bidang-bidang lain yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia.

BPUPKI dalam periode kinerjanya yang hanya beberapa bulan, telah melaksanakan dua kali sidang resmi.

Sidang resmi pertama BPUPKI dilaksanakan tanggal 29 Mei -1 Juni 1945 di Gedung Cuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), di Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat.

Baca juga: Sejarah Perumusan Pancasila

Tokoh sidang pertama BPUPKI

Setelah resmi dibentuk, maka BPUPKI mengadakan sidang untuk merumuskan hal-hal yang penting bagi persiapan kemerdekaan Indonesia. Salah satu hal yang dirumuskan adalah Pancasila.

Dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI, sidang pertama dimulai pada 29 Mei 1945.

Sidang pertama BPUPKI membahas tentang dasar negara Indonesia. Untuk itu, Dr. Radjiman Wedyodiningrat meminta pandangan anggota mengenai rumusan dasar negara Indonesia.

Selama tiga hari sidang (29 Mei-1 Juni), terdapat 39 tokoh BPUPKI yang berpidato guna mencoba merumuskan dasar negara merdeka.

Tiga dari 39 tokoh tersebut adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Proses sidang pertama BPUPKI

Dari semua tokoh yang berpidato pada sidang pertama BPUPKI, hanya Soekarno yang secara khusus menyampaikan pandangan terkait dengan rumusan dasar negara.

Baca juga: Radjiman Wedyodiningrat: Asal Usul, Budi Utomo, BPUPKI, dan Akhir

Pidato Sukarno pada sidang BPUPKIkemdikbud.go.id Pidato Sukarno pada sidang BPUPKI

Mohammad Yamin, yang berpidato pada 29 Mei 1945, sempat memaparkan kelengkapan negara yang akan dibutuhkan Indonesia nantinya.

Pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila.

Peranan Soekarno sebagai satu-satunya penggali Pancasila dikuatkan oleh Dr Radjiman Wedyodiningrat, Moh Hatta, dan Mohammad Yamin.

Di dalam pidatonya pada sidang pertama BPUPKI, Soekarno menyampaikan usulan tentang dasar yang akan dijadikan dasar dalam Indonesia merdeka.

Soekarno memberikan rumusan tentang dasar negara yang dapat diringkas dalam lima poin, sebagai berikut.

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Berdasarkan saran temannya yang merupakan ahli bahasa, Soekarno menamakan rumusan lima sila tersebut sebagai Pancasila.

Baca juga: Oey Tjong Hauw, Tokoh Tionghoa dalam BPUPKI

Hasil 

Setelah tiga hari menjalankan sidang untuk merumuskan dasar negara, ternyata anggota BPUPKI belum mencapai kesepakatan.

Oleh karena itu, pada 1 Juni 1945, dibentuklah Panitia Sembilan, yaitu kelompok kecil yang diambil dari panitia kecil saat sidang pertama BPUPKI.

Tugas dari Panitia Sembilan adalah bertanggung jawab dalam merumuskan dasar negara, memberikan masukan secara lisan atau tertulis tentang rumusan dasar negara, dan menampung masukan yang berkaitan dengan perumusan dasar negara.

Panitia Sembilan melibatkan Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, KH Wahid Hasjim, Abdul KH Muzakkir, Abikusno Cokrosuroyo, Haji Agus Salim, dan AA Maramis.

Jadi secara garis besar, hasil sidang BPUPKI pertama masih belum berhasil untuk menetapkan dasar negara.

Panitia Sembilan menggunakan rumusan dari Soekarno yang diberi nama Pancasila, sebagai acuan menyusun dasar negara Indonesia.

 

Referensi: 

  • Moedjianto, G. (1988). Indonesia Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com