Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Gianyar: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Kompas.com - 07/12/2021, 12:21 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Gianyar merupakan salah satu kerajaan di Pulau Bali, tepatnya di Kabupaten Gianyar.

Kerajaan ini dulunya memiliki sumber daya alam yang subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian.

Semasa berdiri, Kerajaan Gianyar memiliki hubungan politik yang baik dengan Kerajaan Badung, yang juga dari Pulau Bali.

Adapun cikal bakal raja Gianyar berawal dari tokoh yang bernama Dewa Manggis, atau dikenal dengan Dewa Manggis Kuning atau Dewa Manggis I.

Baca juga: Kisah Cinta Segitiga di Kerajaan Majapahit

Sejarah berdirinya

Sejarah berdirinya Kerajaan Gianyar berkaitan dengan kisah cinta seorang raja bernama Dalem Segening dari Kerajaan Gelgel.

Raja Dalem Segening menikah dengan seorang putri yang berparas cantik dari desa Manggis yang namanya tidak diketahui.

Dari pernikahan itu, lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Dewa Manggis Kuning, yang mana saat menginjak dewasa menjadi pemuda tampan.

Melihat Dewa Manggis Kuning yang menginjak usia dewasa, Gusti Tageh Kori, penguasa Kerajaan Badung, tertarik dan memohon kepada raja Gelgel untuk membawanya pulang ke Badung.

Gusti Tegeh Kori berkeinginan Dewa Manggis Kuning menggantikannya untuk memimpin Kerajaan Badung setelah dirinya wafat nanti.

Baca juga: Kerajaan Gelgel: Sejarah, Masa Kejayaan, Raja-raja, dan Keruntuhan

Sesampainya di Badung, kehadiran Dewa Manggis Kuning malah berbahaya. Hal ini karena membuat istri raja Badung terpikat akan ketampanannya.

Bahkan, Dewa Manggis Kuning berhubungan dengan salah satu istri dari raja. Hal itu membuat raja Badung murka dan memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Dewa Manggis Kuning.

Putra raja Gelgel tersebut berhasil kabur dan menyelamatkan diri menuju ke Penatih. Ia lantas bersembunyi di salah satu rumah penduduk yang bernama I Gusti Pahang Pinatih, yang ternyata penguasa wilayah Pinatih.

Mengetahui bahwa Dewa Manggis Kuning adalah putra raja Gelgel dan sedang dalam pelarian, I Gusti Pahang menaruh simpati.

I Gusti Pahang kemudian menikahkan Dewa Manggis Kuning dengan putrinya yang bernama I Gusti Ayu Pahang.

Setelah itu, I Gusti Ayu Pahang menemani Dewa Manggis dalam pelarian menuju timur ke Hutan Bengkel.

Baca juga: Kerajaan Bangli: Sejarah, Raja-Raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Di Hutan Bengkel tersebut, sepasang suami istri ini membangun sebuah pondok untuk tempat tinggalnya hingga berkembang dan banyak yang menetap.

Dalam perkembangannya, Dewa Manggis Kuning dianggap sebagai pemimpin di Hutan Bengkel.

Ketika terjadi pemberontakan di Kerajaan Gelgel oleh Patih Agung Gusti Agung Maruti, Dewa Manggis Kuning membantu rajanya, Dewa Agung Jambe, yang juga kemenakannya.

Karena keberaniannya membantu mempertahankan Kerajaan Gelgel dari pemberontak, nama Dewa Manggis Kuning menjadi terkenal di seluruh Bali hingga terdengar oleh raja Buleleng, I Gusti Barak Panji Sakti.

Raja Buleleng merasa tertantang dan menyerang Dewa Manggis Kuning ke Hutan Bengkel.

Akan tetapi, Dewa Manggis Kuning berhasil mengalahkan raja Buleleng bersama pengikutnya dengan menggunakan tombak pusakanya.

Pada perkembangannya, tombak pusaka Dewa Manggis Kuning nantinya menjadi pusaka utama raja-raja yang memerintah Kerajaan Gianyar.

Setelah Dewa Manggis Kuning wafat, Hutan Bengkel dipimpin oleh anaknya yang bernama Dewa Manggis Pahang, kemudian dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Dewa Manggis Bengkel.

Baca juga: Kerajaan Mengwi: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Dewa Manggis Bengkel menikah dengan putri raja Taman Bali dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Dewa Manggis Jorog.

Dewa Manggis Jorog juga menjadi pemimpin di Hutan Bengkel yang mana pada eranya ia mendapat usulan dari raja Taman Bali untuk memindahkan tempat tinggalnya ke selatan dari Hutan Bengkel.

Di tempat baru tersebut, dibangun istana baru yang diberi nama Geriya Anyar yang artinya adalah tempat tinggal baru. Pembangunan istana tersebut terjadi pada 1771.

Sejak saat itu, Gianyar berkembang menjadi luas kekuasaannya dan menjadi salah satu kerajaan di Bali yang sangat diperhitungkan.

Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India

Raja-raja Kerajaan Gianyar

  • Dewa Manggis I Kuning
  • Dewa Manggis II Pahang
  • Dewa Manggis III Bengkel
  • Dewa Manggis IV Jorog (raja Gianyar 1771-1788)
  • Dewa Manggis V Madya (1788-1820)
  • Dewa Manggis VI Rangki (1820-1847)
  • Dewa Manggis VII Satria (1847-1884)

Saat di bawah Klungkung

  • Dewa Pahang (1891-1896)
  • Dewa Manggis VIII (1896-1912)
  • Ide Anak Agung Ngurah Agung (1913-1943)
  • Ide Anak Agung Gede Agung (1943-1946)
  • Ide Anak Agung Gede Oka (1946-1950)

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Bali

Runtuhnya Kerajaan Gianyar

Sama seperti kerajaan di Bali lainnya, Kerajaan Gianyar pada akhirnya juga berhasil dikuasi Belanda.

Meski dikuasai, namun keberadaan kerajaan ini masih diakui pemerintah Belanda. Hanya saja, statusnya menjadi daerah swapraja.

Daerah swapraja tersebut masih dipimpin oleh keturunan raja di Bali dan diresmikan oleh pemerintah Belanda di Denpasar.

Begitu juga pada masa pendudukan Jepang, swapraja diubah namanya menjadi sutyo renmei hingga Jepang kalah pada Perang Dunia II.

Hingga pasca proklamasi dan berakhirnya pemerintahan Negara Indonesia Timur, Gianyar diubah statusnya menjadi daerah tingkat II setara kabupaten melalui UU No. 69 tahun 1958.

Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Gianyar telah usai dan berubah statusnya menjadi kabupaten di bawah pemerintah Indonesia.

Adapun peninggalan dari Kerajaan Gianyar adalah Gedong Pingit di Puri Agung Abianbase.

 

Referensi:

  • Taniputera, Ivan. 2017. Ensiklopedi kerajaan-kerajaan Nusantara: hikayat dan sejarah. Yogyakarta: AR-Ruzz
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com