Namun, sekitar pukul 18.00, tiba-tiba pasukan Jepang melakukan serangan sekaligus melucuti senjata delapan anggota polisi istimewa.
Saat itu, kedelapan anggota polisi istimewa sedang menjaga sumber air minum bagi warga Semarang bernama Reservoir Siranda di Candilama.
Setelah para anggota polisi istimewa ini ditawan oleh Jepang, muncul berita bahwa Jepang telah meracuni Reservoir Siranda.
Akhirnya, guna mengusut lebih lanjut, pimpinan RS Purusara menelepon Kepala Laboratorium Malaria RS Purusara, dr Kariadi, untuk segera memeriksa Reservoir Siranda.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba mobil yang ditumpangi dr Kariadi dicegat oleh pasukan Jepang.
Kariadi kemudian ditembak secara keji oleh mereka.
Baca juga: Tokoh-tokoh Perjuangan Kooperatif Masa Pendudukan Jepang
Larinya para tawanan Jepang serta meninggalnya dr Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang.
Keesokan harinya, tanggal 15 Oktober 1945, Angkatan Muda Semarang yang didukung Tentara Keamanan Rakyat menyambut kedatangan 2.000 tentara Jepang ke Kota Semarang.
Perang pun terjadi di empat titik di Semarang, yaitu daerah Kintelan, Pandanaran, Jombang, dan Simpang Lima.
Pukul 14.00, Mayor Kido memerintah anak buahnya untuk melancarkan serangan terhadap pasukan Indonesia.
Rakyat Indonesia sendiri juga ikut menyerang Jepang dengan membakar gudang amunisi mereka.
Alhasil, Mayor Kido memerintahkan serangan balik sekitar pukul 15.00.
Mayor Kido membagi pasukannya menjadi dua kelompok, masing-masing terdiri dari 383 dan 94 orang.
Pada pukul 15.00, Mayor Kido mengerahkan semua anggotanya untuk melakukan serangan di sekitar wilayah di bawah komandonya.
Mengetahui serangan tersebut, Tentara Keamanan Rakyat mengirim bala bantuan ke Kota Semarang.