Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Cumbok: Penyebab, Pertempuran, dan Dampak

Kompas.com - 10/11/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Cumbok adalah serangkaian pertempuran yang terjadi di Aceh sejak 4 Desember 1945 hingga 16 Januari 1946.

Perang ini disebabkan oleh perbedaan dua kubu, yaitu kubu uleebalang (teuku) dan kaum ulama (teungku).

Kaum ulama (teungku) mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia, sedangkan kaum uleebalang (teuku) lebih memilih kekuasaan Belanda. 

Karena perbedaan tersebut, terjadilah pertempuran antara kaum Teuku dan Teungku yang kemudian dimenangkan oleh kaum ulama. 

Baca juga: Biografi Teuku Umar, Pejuang dari Aceh

Penyebab

Dahulu, di wilayah Aceh terdapat sekitar 102 daerah keuleebalangan yang dipimpin oleh raja-raja kecil yang kekuasaannya bersifat absolut di daerahnya masing-masing.

Namun, lambat laun para Teuku mulai kehilangan kesetiaannya kepada sultan sehingga mereka memutuskan untuk memisahkan diri dari sultan.

Mereka kemudian dinobatkan sebagai raja-raja kecil di daerahnya dan mulai berpihak kepada Belanda.

Kaum Teuku juga melakukan perjanjian bersama belanda yang disebut korte veerklaring atau perjanjian singkat.

Tindakan yang dilakukan kaum Teuku ini lantas dianggap curang oleh kaum Teungku, karena sebelumnya antara kaum Teuku dan Teungku saling membantu dalam melawan Belanda.

Kaum Teuku yang ada di daerah Pidie sudah berpihak kepada Belanda, sedangkan Kaum Teungku mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Perbedaan dua kubu ini membuat terjadinya pertempuran antara kaum Teuku dan kaum Teungku di Kecamatan Cumbok, yang kemudian disebut Perang Cumbok.

Kaum Teuku dipimpin oleh Teuku Daud Cumbok dan kaum Teungku dipimpin oleh Teungku Daud Beureueh.

Pertempuran

Pada bulan September 1945 berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar di Aceh melalui pesan kawat yang dikirim oleh Komisaris Pemerintah Pusat AK Gani.

Saat itu, seluruh rakyat terutama pemuda di Aceh menyambut berita tersebut dengan penuh kegembiraan.

Namun, tidak untuk kaum Teuku yang justru masih ragu-ragu dan mencemooh berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Tindakan dari kaum Teuku tersebut lantas menambah keyakinan kaum Teungku, bahwa mereka benar-benar bermaksud untuk membuat Belanda kembali berkuasa di Aceh.

Atas praduga tersebut, kaum Teungku tidak ragu-ragu untuk mengibarkan bendera perang kepada kaum Teuku.

Pertumpahan darah antara pihak Teungku dan Teuku berlangsung pertama kali tanggal 4 Desember 1945.

Namun, pertempuran antara keduanya berhasil didamaikan oleh Pemerintah Daerah Aceh tanggal 6 Desember 1945.

Kendati demikian, pertempuran kembali terjadi tanggal 12 Januari 1946.

Pertempuran kedua berlangsung di Kota Lam Meulo. Kota yang menjadi benteng pertahanan terkuat kaum Teuku.

Dalam serangan kedua ini, kaum Teungku tidak tanggung-tanggung ketika menyerang kaum Teuku, sampai-sampai menimbulkan korban jiwa.

Rumah dari Teuku Daud Cumbok yang menjadi markas kaum Teuku juga dipenuhi dengan lobang-lobang bekas hantaman peluru meriam.

Setelah Barisan Rakyat kaum Teungku berhasil menduduki Kota Lam Meulo, mereka berusaha mencari keberadaan Teuku Daud Cumbok.

Namun, ternyata Teuku Daud Cumbok sudah lebih dulu melarikan diri bersama dengan para anggotanya.

Baca juga: Teungku Chik di Tiro: Kehidupan, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Perang CumbokTwitter/@amiryogi Perang Cumbok

Pasukan kaum Teungku pun segera diperintahkan oleh Teungku Ahmad Abdullah untuk mencari Teuku Daud Cumbok 

Masa pencarian berlangsung selama dua hari.

Akhirnya, tanggal 16 Januari 1946 Teuku Daud Cumbok berhasil ditangkap di kaki Gunung Seulawah oleh Barisan Rakyat kaum Teungku. 

Dengan tertangkapnya Teuku Daud Cumbok, maka kaum Teuku berhasil dikalahkan oleh kaum Teungku. 

Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian

Dampak

Perang Cumbok yang berlangsung selama kurang lebih satu bulan ini diperkirakan sudah menelan sebanyak 3.000 korban jiwa. 

Perang Cumbok ini juga membuat citra kaum Teungku melambung, terutama Daud Beureueh yang kian populer sebagai pemimpin revolusi di Aceh. 

Selain itu, pasca-perang Cumbok, kondisi di Aceh juga sudah mulai normal kembali, di mana para warga Aceh mulai menata hidup mereka dalam suasana kemerdekaan. 

 

Referensi: 

  • Usman, Abdul Rani. (2003). Sejarah Peradaban Aceh: Suatu Analisis Interaksionis, Integrasi, dan Konflik. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com