Dalam perkembangannya, Perancis berhasil berhasil bangkit kembali, sedangkan kekuatan Spanyol justru menemui jalan buntu.
Keadaan Kekaisaran Romawi Suci semakin terpuruk saat Portugis mulai memberontak melawan penguasa Spanyol pada 1640 dan Swedia kembali terjun ke medan perang dua tahun kemudian.
Baca juga: Tokoh-Tokoh Perang Salib
Pada 1643, Denmark-Norwegia kembali mengangkat senjata, tetapi kali ini berada di pihak Habsburg dan Kekaisaran Romawi Suci.
Di saat yang sama, Raja Perancis Louis XIII meninggal dan meninggalkan takhta kepada putranya yang berusia 5 tahun, Louis XIV.
Setelah itu, Perancis sempat mendapatkan kemenangan, tetapi juga menderita kekalahan hebat, terutama dalam Pertempuran Herbsthausen pada 1645.
Pada 1645, Swedia menyerang Wina, tetapi gagal merebutnya dari tangan Kekaisaran Romawi Suci.
Dua tahun kemudian, pasukan Habsburg, yang dipimpin oleh Octavio Piccolomini, mampu mengusir Swedia dan Perancis dari Austria.
Tahun berikutnya, Swedia merebut Kastil Praha dalam Pertempuran Praha dari pasukan Kekaisaran Romawi Suci.
Peristiwa itu membuat wilayah Austria sebagai satu-satunya yang tetap berada di bawah kendali Habsburg.
Pada 1648, berbagai pihak yang terlibat dalam pertempuran menandatangani serangkaian perjanjian yang disebut Perdamaian Westphalia.
Salah satu isi dari perjanjian ini adalah menegaskan prinsip cuius regio, eius religio, yang artinya bahwa setiap negara diberi kebebasan untuk menjalankan keyakinannya.
Perjanjian ini secara resmi mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun yang telah menimbulkan dampak besar bagi Eropa.
Baca juga: Dampak Perang Salib
Dampak Perang Tiga Puluh Tahun
Perang Tiga Puluh Tahun menimbulkan dampak geopolitik yang signifikan bagi Eropa.
Para sejarawan sepakat bahwa Perdamaian Westphalia meletakkan dasar bagi pembentukan negara dan menetapkan batas-batas pada setiap negara yang terlibat dalam pertempuran.