Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Idham Chalid: Peran dan Kiprahnya

Kompas.com - 30/07/2021, 16:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Idham Chalid adalah Perdana Menteri Indonesia dari 1972 sampai 1977. 

Selain dikenal sebagai seorang politikus, Idham Chalid juga aktif dalam bidang keagamaan. 

Ia adalah ketua kedua Nahdlatul Ulama. 

Baca juga: Sultan Mahmud Riayat Syah: Peran dan Perjuangannya

Masa Muda

Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921. Chalid menghabiskan masa kecilnya di Amuntai, Kalimantan Selatan. 

Ia belajar agama dari sang ayah, H. Muhammad Chalid. Selain itu, Chalid juga bersekolah di Sekolah Rakyat. 

Setelah tamat dari sekolah dasar pada 1935, Idham Chalid melanjutkan pendidikannya di Madrasah Al Rasyidiyyah. 

Selama bersekolah di sana, Chalid belajar mengenai ilmu Islam, pengetahuan umum, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. 

Kemudian, pada 1938, Idham Chalid melanjutkan sekolahnya di Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo.

Kala itu, umumnya para santri menghabiskan waktu belajar mereka di Gontor selama delapan tahun, tetapi Chalid berhasil menyelesaikannya hanya dalam kurun waktu lima tahun. 

Selulusnya dari Gontor, Chalid melanjutkan pendidikan di Jakarta pada 1943. 

Setelah satu tahun berada di Jakarta, Chalid kembali ke Gontor. 

Di sana ia mengajar dan menjadi seorang wakil direktur. 

Baca juga: I Gusti Ngurah Made Agung: Kepemimpinan, Karya, dan Perjuangannya

Kiprah

Pada 1945, Chalid kembali ke Amuntai. Ia diminta untuk menjadi Kepala Madrasah Al Rasyidiyyah. 

Selama menjabat di sana, Chalid telah melakukan beberapa pembaharuan. 

Salah satunya adalah mengubah nama madrasah tersebut menjadi Normal Islam Amuntai. 

Idham Chalid juga sempat membentuk ikatan sekolah Islam atau Ittihad Al-Ma'ahid Al Islamiyyah.

Sejak saat itu, Idham Chalid pun mulai berkiprah di bidang politik. Kiprah politiknya ia mulai di DPR melalui Partai Masyumi. 

Saat itu, Idham Chalid diutus untuk mempersiapkan pengelolaan haji tahun 1950. 

Ia pun berhasil mendekati Raja Abdul Aziz sehingga menggratiskan bea masuk jemaah haji asal Indonesia. 

Selain aktif di politik, Idham Chalid juga aktif dalam Nahdlatul Ulama (NU). 

Pada 1952, ia diangkat menjadi Ketua PB Ma'arif, organisasi NU yang bergerak di bidang pendidikan. 

Masih di tahun yang sama, ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai. 

Dua tahun setelahnya, Idham Chalid dipercaya menjadi wakil ketua di NU. 

Pada masa pemilu tahun 1955, Idham Chalid menjabat sebagai Ketua Lajnah Pemilihan Umum NU. 

Dalam pemilu tersebut, NU menduduki posisi ketiga yang mendapat suara terbanyak. 

Berkat perolehan suara tersebut, pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, NU mendapat jatah lima kursi untuk menteri. 

Salah satu kursi sebagai wakil perdana menteri diberikan kepada Idham Chalid. 

Setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo II berakhir, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Djuanda. 

Idham Chalid tetap menjabat sebagai wakil perdana menteri sampai Dekrit Presiden tahun 1959. 

Baca juga: Asad Syamsul Arifin: Masa Muda, Peran, dan Perjuangannya

Akhir Hidup

Idham Chalid wafat pada 11 Juli 2010, setelah 10 tahun mengidap penyakit stroke. 

Jasadnya dikebumikan di halaman Komples Pondok Pesantren Darul Qur'an di Cisarua, Bogor. 

Untuk mengenang jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 7 November 2011 berdasarkan Keppres No. 113/TK/Tahun 2011. 

Referensi: 

  • Mirnawati. (2012). Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: CIF.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com