Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siapa Pelopor Rapat Raksasa di Lapangan Ikada?

KOMPAS.com - Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) merupakan pertemuan bersejarah antara pemerintah RI dengan rakyat, yang terjadi pada 19 September 1945.

Peristiwa ini bertempat di Lapangan Ikada, sekarang menjadi lokasi berdirinya Monumen Nasional (Monas).

Pelopor pelaksanaan rapat raksasa di Lapangan Ikada yang mempertemukan para pemimpin perjuangan kemerdekaan dengan rakyatnya adalah Komite van Aksi.

Lantas, siapa Komite van Aksi dan apa tujuan mereka menggerakkan aksi massa pada suatu rapat raksasa di Lapangan Ikada?

Siapa Komite van Aksi?

Komite van Aksi merupakan komunitas yang terdiri dari para pemuda dan mahasiswa, terutama pemuda-pemuda dari Prapatan 10 dan Menteng 31.

Kedua kelompok itu pula yang terlibat dalam mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan ketika Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu.

Komite van Aksi berisikan tokoh-tokoh penting dan berpengaruh seperti, Adam Malik, Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, Pandu Kartawiguna, Armunanto, Maruto Nitimihardjo, dan Djohar Nur.

Mereka membentuk Komite van Aksi pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan.

Komite van Aksi berperan dalam menggalang kekuatan rakyat pada rapat besar yang dilaksanakan di Lapangan Ikada dan meyakinkan para tokoh penting untuk hadir.

Pasalnya, para pemimpin negara, seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para menteri, memperhitungkan berbagai kemungkinan tidak terduga.

Kemungkinan yang dimaksud adalah reaksi pihak Jepang yang dapat merugikan perjuangan Indonesia.

Tujuan diadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada yang diinisiasi Komite van Aksi adalah agar para pemimpin negara dapat berbicara di hadapan rakyat secara langsung guna menegaskan atau memberi kepastian bahwa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan dan akan mempertahankan kedaulatan negara yang baru berumur satu bulan.

Setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan, bentrokan sering terjadi antara para pemuda Indonesia dengan penguasa militer Jepang.

Saat itu, Jepang belum angkat kaki dan akan menyerahkan status quo Indonesia kepada pihak Sekutu.

Bahkan sudah sebulan setelah peristiwa proklamasi, tidak ada perubahan yang nyata di Indonesia.

Itulah latar belakang rapat akbar di Lapangan Ikada yang diprakarsai pemuda dari Komite van Aksi.

Para pemuda dari Prapatan 10 dan Menteng 31 yang membentuk Komite van Aksi juga diketahui memotori berbagai gerakan pemuda di Jakarta.

Pemuda Menteng 31 merupakan sebutan untuk para pemuda revolusioner yang bermarkas di Asrama Angkatan Baru Indonesia atau Asrama Menteng 31 (Gedung Joang 45).

Asrama Menteng 31 adalah pusat dari kegiatan para pemuda revolusioner pada masa pendudukan Jepang.

Meski asrama ini dibiayai oleh Jepang guna menggembleng kaum pergerakan nasional angkatan muda supaya menjadi alat bagi mereka, para pemuda revolusioner justru menanamkan semangat nasionalisme kepada anggota hingga membuat Jepang terancam dan membubarkannya.

Meski telah dibubarkan oleh Jepang pada 1943, pemuda Menteng 31 diam-diam terus melanjutkan perjuangannya.

Mereka adalah Chaerul Saleh, Adam Malik, DN Aidit, Wikana, Sukarni, Syamsudin Tjan, AM Hanafi, Ismail Widjaja, dan masih banyak lainnya.

Sedangkan Prapatan 10 merupakan sebutan para pemuda yang tinggal di asrama Prapatan 10.

Mereka adalah mahasiswa Ika Daigaku (perguruan tinggi kedokteran) yang didirikan oleh Jepang, yang terpengaruh pemikiran Sutan Sjahrir.

Berbeda dengan para pemuda Menteng 31 yang cenderung revolusioner dan memilih menggunakan cara-cara frontal dan konfrontatif, para pemuda Prapatan 10 bersama Sjahrir, yang ingin membentuk organisasi dan menerima dulu kedatangan Sekutu bersama Belanda.

Meski pemuda Menteng 31 dan Prapatan 10 pada akhirnya pecah kongsi, terselenggaranya Rapat Raksasa di Lapangan Ikada merupakan keberhasilan tersendiri bagi Komite van Aksi.

Pertemuan tersebut menjadi simbol persatuan antara rakyat Indonesia dengan pemerintah yang memiliki tujuan selaras, yaitu kemerdekaan Indonesia.

Rapat Raksasa di Lapangan Ikada juga menunjukkan bahwa adanya suatu pemerintahan bernama Republik Indonesia yang didukung sepenuhnya oleh rakyatnya.

Referensi:

  • Satriono Priyo Utomo. (2021). Sejarah Gerakan Politik Pemuda di Jakarta Sekitar Proklamasi. Estoria: Jurnal of Social Sciences and Humanities Universitas Indraprasta PGRI, 1(2).

https://www.kompas.com/stori/read/2024/04/02/230000179/siapa-pelopor-rapat-raksasa-di-lapangan-ikada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke