Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Konflik Portugis dan Spanyol di Maluku

Latar belakang kedatangan bangsa Eropa yakni, pada 1453, Konstantinopel, yang menjadi pasar rempah-rempah terbesar di Eropa, dikuasai oleh Sultan Muhammad II dari Kesultanan Turki Usmani.

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani menyebabkan jalur perdagangan rempah antara Eropa dengan wilayah Asia menjadi terputus.

Putusnya jalur perdagangan tersebut membuat harga rempah-rempah menjadi sangat mahal.

Sejak peristiwa itu, bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda, mulai berdatangan ke wilayah Nusantara.

Mereka berlomba-lomba untuk menduduki pulau-pulau yang kaya hasil rempah-rempah, salah satunya Kepulauan Maluku.

Hal tersebut sering kali menimbulkan konflik di antara bangsa Eropa, misalnya konflik antara Spanyol dan Portugis di Maluku pada tahun 1521.

Penyebab konflik Spanyol dan Portugis

Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Indonesia di daerah Maluku, jauh sebelum kedatangan Spanyol.

Bangsa Portugis sampai di Maluku pada tahun 1512, ketika Kesultanan Ternate tengah bermusuhan dengan Kesultanan Tidore.

Kedatangan Portugis disambut baik oleh raja Ternate, Sultan Bayanullah, yang membutuhkan sekutu untuk melawan Tidore.

Sultan Bayanullah bersedia menyediakan cengkih, asalkan bangsa Portugis mau membangun benteng di Ternate.

Sejak itu, hubungan Ternate dan bangsa Portugis resmi terjalin. Wakil Komandan Portugis, Francisco Serrao, bahkan memenangkan kepercayaan Sultan Bayanullah setelah membantu Ternate dalam sejumlah perang dagang dengan Tidore.

Pada 1521, rombongan bangsa Spanyol di bawah pimpinan Sebastian del Cano mendarat di wilayah Tidore dan disambut baik oleh sultannya.

Kedatangan Spanyol ke Maluku membuat Portugis merasa terganggu, karena rencananya untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut menjadi terancam.

Itulah yang menjadi penyebab terjadinya peperangan Portugis dan Spanyol di Maluku, yang berlangsung selama satu dekade.

Perjanjian Spanyol dan Portugis

Sebelum melakukan penjelajahan samudra dan bertemu di Kepulauan Maluku, Spanyol dan Portugis telah menyepakati Perjanjian Tordesillas pada 7 Juni 1494.

Perjanjian Tordesillas membagi wilayah di luar Eropa menjadi dua bagian, di mana belahan sebelah timur menjadi milik Portugis, sementara belahan barat untuk Spanyol.

Ketika dua bangsa ini bertemu di Kepulauan Maluku, Portugis menuding Spanyol melanggar Perjanjian Tordesillas, karena Maluku telah menjadi wilayah kekuasaannya.

Sebaliknya, Spanyol merasa tidak membuat kesalahan, karena mereka melalui jalur Magellan dan tidak mengikuti rute pelayaran Portugis, seperti kesepakatan mereka dalam Perjanjian Tordesillas.

Sejak itu, aliansi Kerajaan Ternate-Portugis kerap terlibat adu senjata dengan Kerajaan Tidore-Spanyol.

Pertemuan di Saragosa, Spanyol, pada 1529, berbuah redanya konflik antara Spanyol dan Portugis.

Dalam pertemuan itu, disepakati Perjanjian Saragosa sebagai penyelesaian konflik Portugis dan Spanyol di Maluku.

Adapun isi Perjanjian Saragosa terdiri atas dua poin utama, yaitu:

  • Bumi terbagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Spanyol dan Portugis.
  • Wilayah Spanyol membentang dari Meksiko ke barat hingga Kepulauan Filipina, sementara wilayah Portugis membentang dari Brasil ke timur hingga Kepulauan Maluku. Daerah di sebelah barat garis Saragosa berada di bawah kendali Portugis.

Lewat perjanjian ini, Portugis tetap melaksanakan aktivitas perdagangan di Maluku.

Sementara Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan pekuasaannya di Filipina.

Setelah perjanjian tersebut, Spanyol mundur ke Filipina dengan sejumlah kompensasi, sementara Portugis melanjutkan monopoli perdagangan rempah di Maluku.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/03/01/170000079/konflik-portugis-dan-spanyol-di-maluku

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke