Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Peradaban Islam: Dinasti Shaffariyah

Wilayah kekuasaan Dinasti Shaffariyah meliputi Sijistan, Iran. Dinasti ini berdiri sejak 861 Masehi hingga 1003 Masehi.

Masa kekuasaan Dinasti Shaffariyah lebih singkat dibandingkan dengan Dinasti Thahiriyah.

Awal berdiri

Pendiri dinasti Shaffariyah adalah Ya’qub ibnu Al-Laits Al-Shaffar.

Nama Shaffariyah diambil dari pekerjaan pendirinya, Ya’qub ibnu al-Lais, yaitu sebagai tukang barang-barang kuningan/tembaga.

Ya’qub juga diketahui merupakan seorang pemimpin Khawarij di provinsi Sistan.

Sejak kecil, ia sudah menekuni pekerjaan ini sambil membantu ayahnya.

Setelah ayahnya meninggal dunia, Ya’qub dan adiknya, Amr ibnu al-Lais, mengelola usaha tersebut hingga akhirnya mengalami kemerosotan.

Karena itulah, ia dan adiknya kemudian bergabung ke dalam kelompok penyamun.

Ketika terjadi kekacauan, gerombolan penyamun ini muncul. Mereka membegal kafilah-kafilah dagang maupun iring-iringan pembesar pemerintahan.

Hal ini kian memperparah kondisi sehingga terjadi kekacauan terhadap kehidupan rakyat dan ekonomi secara umum.

Meskipun menjadi penyamun, Ya'qub dermawan dan kerap membantu orang-orang yang tertindas.

Ia hanya merampok orang-orang kaya yang hidup dari hasil pemerasan juga.

Lambat laun, kelompok Ya'qub menjadi pasukan yang besar, hingga namanya kian dikenal.

Ketika Ya’qub sudah mulai kuat, pada 253 H/867 M, ia memulai gerakannya.

Ya'qub melakukan perluasan wilayah ke Sijistan dan Punjab dan pada tahun yang sama ia memproklamasikan dirinya sebagai penguasa.

Pada tahun itu pula, ia dapat merebut benteng Herat bagian utara, perbatasan wilayah Khurasan, hingga menguasai wilayah Makran (Balukhistan) dan wilayah Fars.

Sementara itu, Benteng Kirman telah dikuasai sebelum penaklukan wilayah tersebut.

Kemajuan yang dicapai

Setelah Ya’qub memproklamasikan dirinya sebagai penguasa baru di wilayah Persia, ia melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah di sekitarnya,

Dua tahun kemudian, ia mempersiapkan kekuatan baru sambil menunggu respons Khilafah Abbasiyah.

Pada awalnya, hubungan dinasti yang dipimpin Ya'qub dengan pemerintahan Abbasiyah masih dalam keadaan baik.

Hubungan baik dengan Abbasiyah itu semakin mengukuhkan pemberian beberapa kota penting, seperti Balkh, Thurkhanistan, Kirman, Sijistan, dan daerah lainnya, kepada Dinasti Shaffariyah.

Akan tetapi, Ya’qub terus memperluas kekuasaannya sampai di wilayah Khurasan.

Hal ini menyebabkan, Khalifah Abbasiyah merasa terancam kedudukannya di Baghdad, sehingga memberi peringatan. Namun, Ya’qub tidak mengindahkan bahkan menentang peringatan tersebut.

Melihat besarnya kekuatan pasukan Dinasti Shaffariyah, Khalifah Abbasiyah pun membiarkannya dan mengutus kurir untuk menyerahkan wilayah Khurasan, Thibristan, Jurjan, al-Ra dan Persia, sekaligus mengangkat Ya'qub sebagai amir.

Selepas kepemimpinan Ya’qub, Amir ibnu al-Lais ditunjuk sebagai pengganti. Ia menjadi gubernur semua wilayah yang telah ditaklukkan Dinasti Shaffariyah.

Pada masa pemerintahan Amir, perkembangan terjadi begitu pesat. Ia berjaya memperluas wilayah hingga ke Afganistan Timur.

Bukan hanya itu, Amir juga meletakkan dasar-dasar keadilan dan kesamaan hak antara orang miskin di Sijistan.

Oleh karena itu, Dinasti Shaffariyah mampu berkuasa cukup lama di Sijistan.

Kemunduran

Amir menerima kekuasaan atas penetapan khalifah al-Mu’tamid, karena sebelumnya ia mengirim surat kepada khalifah sebagai pernyataan ketaatannya. Ia pun akhirnya diakui khalifah sebagai Gubernur Sijistan.

Amir juga tetap berusaha memperluas kekuasannya dan menginginkan wilayah Transoxania yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Thahiriyah.

Pasukan Amir dapat dikalahkan oleh pasukan Ismail ibnu Ahmad dari Bani Samaniyyah. Amir pun kemudian ditangkap.

Semua wilayah hasil penaklukan Dinasti Shaffariyah terlepas kembali dan hanya menyisakan Sijistan.

Dinasti ini semakin melemah karena pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan.

Hingga akhirnya, Dinasti Ghaznawi mengambil alih kekuasaan Dinasti Shaffariyah.

Setelah penguasa terakhir Dinasti Shaffariyah, Khalaf, meninggal dunia, dinasti ini pun berakhir di Sijistan.

Referensi:

  • Pulungan, J. S. (2017). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
  • Syahraeni, Andi. (2016). Dinasti-Dinasti Kecil Bani Abbasiyah. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, 4(1), 91-109.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/27/080000079/sejarah-peradaban-islam--dinasti-shaffariyah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke