Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Peradaban Islam: Dinasti Thuluniyah

Berdirinya dinasti Thuluniyah tidak bisa dilepaskan dari pendirinya, yaitu Ahmad bin Thulun.

Ahmad bin Thulun adalah seorang budak dari Asia Tengah yang dikirim oleh panglima Thahir bin Husain ke Baghdad untuk dipersembahkan kepada Khalifah Al-Ma’mun.

Ia sempat menjadi kepala pengawal Istana, sebelum akhirnya resmi diangkat sebagai gubernur Mesir dan lantas mendirikan Dinasti Thuluniyah.

Ahmad bin Thulun terkenal sebagai sosok dermawan, gagah berani, dan ahli di beberapa bidang seperti sastra, syariat, dan militer.

Berikut ini sejarah Dinasti Thuluniyah yang menjadi salah satu dinasti pada peradaban Islam.

Awal berdiri

Pada 254 H, Ahmad Thulun secara resmi diangkat sebagai gubernur Mesir. Ia kemudian melepaskan diri dari kekhalifahan Bani Abbasiyah.

Dinasti Thuluniyah telah memerintah Mesir dan Suriah sejak 868 M hingga 905 M.

Di bawah pemerintahan Ahmad bin Thulun, Dinasti Thuluniyah telah mencapai masa keemasan, ditandai dengan keberhasilan membentuk armada laut untuk membentengi serangan musuh.

Tak hanya itu, Ahmad Thulun juga mendirikan markas militer Al-Qathai, Fustat, hingga membangun masjid terkenal, yaitu Masjid Amr bin Al-Ash, dan digunakan untuk menampung semua pasukan yang tidak tertampung ditempat lainnya.

Bahkan, ia mampu menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo, dan Antiokia.

Kemudian, ia menjadikan Mesir berkuasa atas Syam, lalu membangun armada laut tangguh yang berpangkalan di Akka (Acre) sebagai bentuk pengawasan wilayah-wilayah kekuasaannya.

Kemajuan yang dicapai

Ahmad Thulun meninggal dunia pada 270 H di usia 50 tahun. Kekuasaan dinasti ini pun berpindah ke tangan putra tertuanya, yaitu Al-Khumarwaihi.

Di bawah kekuasaan Al-Khumarwaihi, Dinasti Thuluniyah juga mencetak kejayaaanya dengan memperluas wilayah hingga ke Suriah dan Gunung Taurus Al-Jazirah, kecuali wilayah Mosul.

Pada bidang seni dan arsitektur, Al-Khumarwaihi membangun rumah sakit dengan biaya 60.000 dinar dan mendirikan Istana Al-Khumarwaihi yang dilengkapi dengan balairung emasnya.

Bangunan-bangunan tersebut kemudian dijadikan sebagai peninggalan sejarah Islam yang sangat bernilai.

Dinasti Thuluniyah mencatat berbagai prestasi lain, seperti memperbaiki nilometer (alat pengukur air) di Pulau Raufah yang sangat membantu dalam proses peningkatan hasil produksi pertanian rakyat Mesir.

Dinasti ini juga berhasil membawa Mesir pada kemajuan, sehingga menjadi pusat kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuwan dari seluruh penjuru dunia.

Kemunduran

Sepeninggal Khumarawaih, situasi memanas setelah Abu Asakir al-Jaisy naik takhta menggantikan ayahnya.

Situasi memanas karena insiden pembunuhan yang dilakukan Abu Asakir al-Jaisy terhadap pamannya, yaitu Mudhar ibnu Ahmad ibnu Thulun.

Hal inilah yang memicu gencarnya perlawanan para fuqaha dan qadhi sehingga pada akhirnya posisi amir Jaisy dibatalkan.

Kemudian, Abu Musa Harun diangkat menjadi amir yang baru dalam usia yang realtif belia, yaitu 14 tahun.

Hal ini menyebabkan Harun kurang cakap dalam mengendalikan emosi.

Sementara itu, di Syam, terjadi kegagalan dalam menghentikan pemberontakan yang dilakukan oleh Qaramithah.

Segera setelah Harun kalah, kepemimpinannya diambil alih Khalifah Syaiban bin Thulun.

Namun, pertahanan Dinasti Thuluniyah semakin rapuhnya sehingga dinasti ini harus berakhir pada 38 tahun sejak kemunculannya.

Dinasti Thuluniyah hancur setelah dikalahkan pasukan Dinasti Abbasiyah di era khalifah al-Muktafi.

Referensi:

  • Pulungan, J. S. (2017). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
  • Syahraeni, Andi. (2016). Dinasti-Dinasti Kecil Bani Abbasiyah. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan, 4(1), 91-109.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/26/080000979/sejarah-peradaban-islam--dinasti-thuluniyah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke