Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kronologi Pertempuran Lima Hari Semarang

Peristiwa ini merupakan bagian penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II.

Peristiwa ini melibatkan sisa-sisa pasukan Jepang di Indonesia dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Untuk mengenang peristiwa ini, dibangunlah sebuah tugu, yaitu Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Berikut ini sejarah Pertempuran 5 Hari di Semarang atau yang biasa disebut Palagan 5 Dina.

Latar belakang peristiwa

Walaupun Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, nyatanya masih banyak tentara Jepang yang berada di wilayah Nusantara dan menunggu untuk dipulangkan ke negaranya.

Sebagian dari tentara Jepang ini ditempatkan dalam berbagai bidang pekerjaan, seperti buruh pabrik.

Seiring dengan itu, pasukan Sekutu, termasuk Belanda, mulai datang kembali ke Indonesia untuk mengumpulkan senjata dari tentara Jepang. Mereka juga mengirim pulang para mantan tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.

Latar belakang Pertempuran Lima Hari Semarang berawal dari insiden penting di Cepiring, sebuah wilayah yang terletak sekitar 30 kilometer dari Kota Semarang.

Tepatnya pada 14 Oktober 1945, sekitar 400 mantan tentara Jepang yang sebelumnya bekerja di pabrik gula Cepiring mencoba untuk melarikan diri dari pengawalan.

Mereka berhasil melarikan diri dan bergabung dengan pasukan batalion Kidobutai yang dipimpin oleh Mayor Kido di daerah Jatingaleh.

Situasi semakin memanas setelah dokter Kariadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (RS Purasara), ditemukan tewas karena ditembak oleh tentara Jepang.

Kejadian ini terjadi ketika Kariadi dalam perjalanan untuk memeriksa Reservoir Siranda di Candi Lama yang merupakan salah satu sumber mata air di Semarang.

Kabar lain juga beredar bahwa pihak Jepang diduga telah mencemari mata air tersebut dengan racun.

Insiden-insiden tersebut pun membangkitkan emosi masyarakat Semarang dan mereka bersepakat untuk membalas tindakan tentara Jepang.

Kronologi peristiwa

Setelah mendengar kabar tentang pembunuhan dr. Kariadi oleh tentara Jepang, badan-badan perjuangan di Semarang segera berkoordinasi untuk memulai perlawanan.

Namun, sebelum koordinasi sempat berjalan, berita mengenai Angkatan Muda di Semarang sedang terlibat dalam baku tembak dengan pasukan Jepang yang berkumpul di pusat kota, ternyata sudah mulai tersebar.

Menanggapi berita itu, Pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Semarang langsung bergabung dengan pemuda dalam aksi, terutama di daerah Pandanaran yang tidak jauh dari tempat Dr. Kariadi tewas oleh tangan tentara Jepang.

Pertempuran sengit meletus, termasuk di wilayah lain seperti Jombang dan Kintelan, tetapi konflik terbesar terjadi di Simpang Lima Semarang.

Kota Semarang mengalami situasi sangat tegang sejak 15 Oktober 1945 di pagi hari, dengan tindakan brutal pasukan Jepang yang tidak hanya ditujukan kepada pejuang, tetapi juga terhadap warga sekitar.

Pasukan Jepang menembaki dan mengintimidasi warga tanpa alasan jelas.

Perilaku ini memicu puncak kemarahan para pejuang, terutama ketika sekitar 2.000 pasukan Jepang dikabarkan bersiap untuk membalas serangan terhadap posisi pejuang Republik.

Pertempuran memuncak di antara kedua belah pihak, dengan tambahan pasukan Jepang di bawah komando Jenderal Nakamura yang terus melakukan serangan.

Pertempuran berdarah terus berlanjut, menelan banyak korban jiwa.

Tercatat, pada 16 Oktober 1945, pasukan Jepang berhasil merebut Penjara Bulu, di mana mereka membebaskan tawanan Jepang dan memberi mereka senjata untuk ikut dalam pertempuran.

Di tengah-tengah situasi tegang ini, Mr. Wongsonegoro yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah berusaha mencari solusi untuk mengakhiri baku tembak.

Ia mengutus Mr. Kasman Singodimedjo untuk mencoba berunding dengan Jenderal Nakamur. 

Namun, hasilnya Jepang pun memberi ultimatum akan membombardir Semarang jika pasukan dan senjata Jepang tidak dikembalikan oleh pejuang.

Mr. Kasman pun menegaskan bahwa akan ada kedatangan ribuan pemuda dari luar kota Semarang yang dapat merugikan Jepang.

Dia juga menyatakan bahwa senjata akan direbut, diiringi dengan tindakan balasan yang dapat menempatkan pasukan Jepang dalam situasi yang sulit.

Mr. Kasman tidak menerima ultimatum Nakamura dan mengungkapkan bahwa akan terjadi pertempuran lebih besar jika perdamaian tidak segera dicapai.

Situasi semakin memanas dan pada pukul 10.00 WIB, Jepang melakukan serangan bom di beberapa lokasi.

Pejuang yang mengetahui rencana bombardir Jepang pun segera tanggap untuk menghindari area terbuka dan terus menyerang pasukan Jepang dari berbagai sudut kota.

Keberanian pejuang ini menjadi kunci bagi semangat perlawanan yang semakin meningkat.

Pertempuran ini pun terjadi di empat titik di Semarang, yakni daerah Kintelan, Pandanaran, Jombang, dan di depan Lawang Sewu (Simpang Lima).

Dalam peristiwa ini, sekitar 850 pasukan Jepang tewas, sedangkan pihak Indonesia telah kehilangan sekitar 2.000 nyawa, termasuk pejuang dan warga sipil.

Akhir perang

Pada 19 Oktober 1945, suasana perang mereda dengan kedatangan tentara Sekutu di Semarang.

Sekutu ikut serta mendesak Jepang untuk menyerah.

Akhirnya, Jepang pun setuju untuk mengakhiri pertempuran lima hari tersebut. 

Jenderal Bethel, komandan Sekutu di Semarang, segera melucuti pasukan Jepang yang menyerah.

Mereka menyadari bahwa Jepang tidak akan melanjutkan serangan, terutama ketika Sekutu campur tangan untuk mengakhiri pendudukan Jepang di Semarang.

Kemudian, negosiasi dilakukan untuk menghentikan konflik. Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Sartono dan Kasman Singodimedjo, sedangkan perwakilan Jepang adalah Letnan Kolonel Nomura, Komandan Tentara Dai Nippon, dengan kehadiran Brigadir Jenderal Bethel sebagai perwakilan Sekutu.

Hasilnya, kesepakatan damai pun dicapai dilanjutkan dengan pelucutan senjata Jepang oleh Sekutu pada 20 Oktober 1945.

Peristiwa Pertempuran Lima Hari kemudian dikenang dengan pembangunan Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang.

Referensi:

  • Puput Fajar, S. (2012). PERJUANGAN INDONESIA MELAWAN JEPANG DALAM PERTEMPURAN LIMA HARi DI SEMARANG (15-19 OKTOBER 1945) (Doctoral dissertation, UNSADA).

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/03/130000879/kronologi-pertempuran-lima-hari-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke