Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Spanyol

Perang ini ditengarai disebabkan oleh ketidaksukaan rakyat Minahasa terhadap usaha monopoli perdagangan yang dilakukan Spanyol.

Kemarahan rakyat Minahasa terhadap Spanyol kemudian memuncak pada 1644.

Sebab, tentara Spanyol diketahui memasuki desa di Minahasa, kemudian memukul dan melukai salah satu pemimpin Minahasa yang ada di Timohon.

Pada akhirnya, rakyat Minahasa melakukan perlawanan.

Upaya perlawanan rakyat Minahasa terhadap kolonialisme Spanyol adalah mengangkat senjata untuk melawan pasukan Spanyol dan bekerja sama dengan Belanda.

Latar belakang

Ketika Portugis melalui para pekabar injilnya mulai menetap di Minahasa pada 1563, rakyat menyambut kedatangan mereka dengan sangat baik.

Salah satu misi yang dibawa Portugis, yaitu gospel (penyebaran ajaran agama Katolik), berhasil menarik beberapa rakyat Minahasa menganut agama yang mereka bawa.

Namun, setelah kemunculan Spanyol pada 1521 di Nusantara, terjadi persaingan dan perebutan pengaruh antara kedua bangsa Eropa itu.

Persaingan antara Portugis dan Spanyol berlangsung lebih dari 30 tahun, sebelum akhirnya berakhir pada 1580.

Bersamaan dengan itu, Belanda masuk ke Nusantara dan mengusir Spanyol pada 1613.

Setelah diusir, Spanyol bertahan di Sulawesi Utara dan melanjutkan misi gospel yang dibawa Portugis.

Lewat misi ini, banyak tentara Spanyol yang bertugas sampai di pedalaman Minahasa.

Selain itu, mereka juga diizinkan mendirikan benteng-benteng di Manado.

Seiring berjalannya waktu, hubungan persahabatan antara Spanyol dan Minahasa berjalan dengan baik.

Namun, hubungan yang sudah terjalin dengan baik ini disalahgunakan oleh Spanyol.

Sebab, Spanyol mengirimkan tentara-tentaranya di seluruh pelosok Minahasa dan mulai melakukan berbagai tindakan yang tidak disukai oleh rakyat Minahasa.

Di daerah pedalaman, tentara-tentara Spanyol kerap melakukan tindak kekerasan dan merampas bahan makanan rakyat.

Belum berhenti di situ, amarah rakyat Minahasa semakin memuncak setelah tentara-tentara Spanyol diketahui "mengambil" gadis-gadis Minahasa yang mereka temui.

Tindakan ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran asusila.

Tindakan-tindakan yang semakin lama semakin merugikan rakyat Minahasa membuat mereka membenci Spanyol.

Terutama, setelah Spanyol melukai salah satu pemimpin rakyat Minahasa di Timohon.

Didorong dengan kondisi ini, rakyat Minahasa melakukan perlawanan terhadap Spanyol pada 1644.

Perang berlangsung

Bentrokan antara rakyat Minahasa dan Spanyol terjadi yang menewaskan sekitar 40 tentara Spanyol di Tanawangko.

Karena takut mendapat serangan balik dari Spanyol, rakyat Minahasa meminta bantuan kepada VOC pada 21 April 1644.

VOC pun bersedia membantu rakyat Minahasa dengan mengirimkan 70 pasukan tambahan.

Pasukan ini dipimpin oleh Paulus Andriessen.

Meskipun sudah dibantu oleh Belanda, tentara pribumi tidak berdiam diri.

Tentara pribumi ikut melemparkan serangan kepada pasukan Spanyol pada 10 Agustus 1644, yang menewaskan pendeta Lorenza Geralda pada 14 Agustus 1644.

Selain itu, rakyat Minahasa juga melakukan pengepungan dan serangan beruntun terhadap Spanyol yang menyebabkan mereka kehabisan bahan makanan sehingga terpaksa untuk meninggalkan Minahasa.

Pada akhirnya, perlawanan ini dimenangi oleh pihak rakyat Minahasa.

Sejak Spanyol pergi, rakyat Minahasa telah terbebas dari praktik kolonialisme Spanyol.

Referensi:

  • Drs. J. P. Tooy, Let. Kol. Inf. Dres. Soetardono. dkk. (1981). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/18/120000779/perlawanan-rakyat-minahasa-terhadap-spanyol

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke