Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Akhir dari Partai Komunis Indonesia (PKI)?

Namun, partai berhaluan komunisme ini hancur tak tersisa sejak pecahnya tragedi Gerakan 30 September (G30S) 1965.

PKI dituding sebagai dalang peristiwa G30S yang menewaskan tujuh perwira TNI dalam sebuah tragedi penculikan dan pembunuhan pada malam hari tanggal 30 September 1965 hingga dini hari 1 Oktober 1965.

Tudingan ini menciptakan gelombang pemburuan terhadap anggota dan pimpinan PKI, termasuk tokoh utamanya, Dipa Nusantara Aidit (D.N. Aidit).

Dikutip dari Buku Kronik '65 karya Kuncoro Hadi (2017), pada 2 Oktober 1965 dini hari, D.N. Aidit melakukan perjalanan udara dari Jakarta menuju Yogyakarta dengan pesawat Dakota T-443 setelah menghindari sergapan pasukan tentara.

Di sana, Aidit segera menggelar rapat dengan pemimpin PKI lainnya untuk membahas isu G30S yang sedang mengancam eksistensi partainya.

Aidit menyadari, akhir dari PKI sudah semakin dekat.

Penumpasan G30S 

Operasi penumpasan G30S dimulai sebagai respons terhadap peristiwa kematian para perwira TNI-AD pada malam 1 Oktober 1965.

Kejadian ini menjadi dasar tuduhan terhadap PKI sebagai dalang utama di balik peristiwa tragis tersebut. Dalam narasi sejarah Orde Baru buatan Soeharto, peristiwa ini kemudian disebut sebagai G30S/PKI.

Soeharto, yang pada saat itu memimpin sementara TNI-AD, mengambil amanat untuk mengembalikan keamanan dan menumpas PKI.

Pada pukul 19.20, pasukan dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) berhasil merebut kembali gedung-gedung strategis di Jakarta, termasuk RRI dan gedung telekomunikasi.

Dengan berhasil dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, Soeharto mengumumkan bahwa kekuasaan telah direbut kembali oleh pemerintah.

Selain itu, ia memberikan informasi bahwa Soekarno dan Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Setelah itu, Soeharto melanjutkan memimpin operasi penumpasan untuk mencari tokoh-tokoh yang terlibat pada peristiwa ini.

Operasi penumpasan kemudian membuat pasukan G30S mundur dari kawasan Monas ke Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober 1965.

Penangkapan dan eksekusi tokoh PKI

Operasi penumpasan G30S tidak berhenti setelah berhasil memaksa mundur pasukan G30S saja.

Pemerintah di bawah komando Soeharto, juga segera mencari dalang yang menjadi otak dari peristiwa ini.

Pada Oktober 1965, Kolonel A. Latief dan Letkol Untung ditangkap.

Mereka didakwa sebagai tokoh utama dalam peristiwa G30S dan dihukum mati sebagai bagian dari represi pemerintah terhadap anggota PKI dan simpatisannya.

Untung Syamsuri didakwa memimpin pasukan yang menculik tujuh jenderal dalam upaya kudeta militer.

Sementara itu, A. Latief, seorang perwira tinggi, disebut bersalah karena secara terbuka mendukung aksi tersebut.

Sementara itu, pemimpin PKI, D.N. Aidit, terus dikejar dan hidup berpindah-pindah untuk menghindari penangkapannya.

Menyusul kegagalan Gerakan 30 September 1965, Aidit segera meninggalkan Jakarta dan melarikan diri ke Yogyakarta yang merupakan daerah basis PKI.

Perjalanan Aidit tidak hanya berhenti di Yogyakarta. Ia juga melakukan perjalanan ke Semarang dan Solo untuk bertemu dengan beberapa pengurus PKI di berbagai daerah untuk melakukan koordinasi.

Hingga pada 22 November 1965, pasukan Brigade Infantri IV Kostrad berhasil menangkap D.N. Aidit di sebuah kampung dekat Stasiun Solo Balapan.

Saat penangkapan, Aidit bersembunyi di dalam sebuah ruangan yang ditutupi lemari.

Dia kemudian dibawa ke tempat bernama Loji Gandrung dan dihukum mati setelah mencoba menggertak tentara. 

Sebelum pelaksanaan hukuman, Aidit meminta kesempatan untuk berpidato.

Setelah berpidato selama 10 menit yang diakhiri dengan teriakan "Hidup PKI", Aidit ditembak mati.

Mayatnya dibuang ke sumur tua di tengah kebun pisang. Akan tetapi, lokasi makam D.N. Aidit hingga kini masih belum diketahui pasti.

Namun, dibunuhnya D.N. Aidit belum mengakhiri penumpasan besar-besaran terhadap PKI di Indonesia.

Sejak Oktober 1965 hingga Maret 1966, sekitar 200.000 hingga jutaan orang yang dituding sebagai anggota dan simpatisan PKI dibantai tanpa peradilan.

Akhir dari PKI

Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Surat ini memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban nasional, termasuk gelombang operasi penumpasan PKI.

Pada 12 Maret 1996, selaku pemegang Supersemar, Soeharto membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai partai politik terlarang. 

Organisasi massa yang dituduh berafiliasi dengan PKI juga ikut dibubarkan, seperti BTI, Gerwani, Pemuda Rakjat, IIPi, SOBSI, Baperki, Perbepsi, dan JSI.

Pemerintah Indonesia melalui MPRS juga mengambil tindakan tegas untuk membubarkan PKI dan melarang segala bentuk kegiatan yang terkait dengan paham komunisme/marxisme-leninisme.

Dasar hukum pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966.

TAP MPRS ini memiliki dua pokok utama, yaitu pembubaran PKI dan penetapan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.

Larangan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan penyebaran atau pengembangan paham Komunisme/Marxisme-Leninisme diatur secara tegas dalam isi TAP MPRS No. 25/1966.

Menurut Pasal 2, segala bentuk kegiatan yang bertujuan menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, termasuk penggunaan aparatur dan media untuk tujuan tersebut, dilarang dengan tegas.

Pasal 3 kemudian mengatur bahwa kegiatan mempelajari paham tersebut secara ilmiah, terutama di lingkungan universitas, dapat dilakukan secara terpimpin.

Namun, aturan ini harus dilakukan dengan ketentuan bahwa pemerintah dan DPR-GR diwajibkan untuk membuat perundang-undangan yang dapat mengamankan Pancasila.

Penting untuk dicatat bahwa dalam Pasal 4, TAP MPRS No. 25/1966, ditegaskan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif dalam dunia politik luar negeri Republik Indonesia.

Referensi:

  • Hadi, K. (2017). Kronik'65: catatan hari per hari Peristiwa G30S sebelum hingga setelahnya (1963-1971). Media Pressindo.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/02/130000279/bagaimana-akhir-dari-partai-komunis-indonesia-pki-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke