Bahasa Melayu sendiri sudah digunakan sejak abad ke-7 di hampir seluruh Asia Tenggara.
Hal ini dibuktikan dari adanya prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang bertuliskan bahasa Melayu.
Dalam sejarahnya, bahasa Melayu tumbuh berkembang secara cepat di Nusantara.
Mengapa demikian?
Digunakan sebagai bahasa pengantar
Penggunaan bahasa Melayu di Nusantara dapat ditelusuri jejaknya dari prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Dari prasasti-prasasti tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa fungsi bahasa Melayu pada zaman Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai bahasa pengantar (lingua franca), bahasa perdagangan, dan bahasa resmi kerajaan.
Lingua franca atau bahasa pengantar adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi di antara kelompok yang memiliki bahasa yang berbeda.
Hal tersebut semakin diperkuat dari keterangan seorang biksu China, yaitu I-Tsing yang pernah memperdalam agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya.
Pada awal penyebaran agama Kristen, pengembara China yang berkunjung ke Nusantara menjumpai adanya berbagai lingua franca.
Salah satunya adalah bahasa Melayu.
Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar di pusat pendidikan, kebudayaan, dan pusat keagamaan di Kerajaan Sriwijaya.
Lebih lanjut, I-Tsing juga menyatakan bahwa bahasa Melayu memegang peranan penting dalam kehidupan politik sekaligus keagamaan di Kerajaan Sriwijaya.
Digunakan oleh para saudagar
Selain dijadikan sebagai bahasa pengantar, bahasa Melayu juga digunakan oleh para saudagar.
Sebagai kerajaan maritim karena lokasinya yang strategis dalam jalur pelayaran dunia, Kerajaan Sriwijaya tumbuh sebagai pusat perdagangan selama beberapa abad.
Diduga bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa yang digunakan oleh para pedagang tersebut dalam menjalankan bisnisnya.
Hubungan perdagangan inilah yang kemudian dijadikan tunggangan penyebaran bahasa Melayu.
Tersebar ke pelosok Nusantara
Lebih lanjut, perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu juga tampak jelas dari peninggalan kerajaan-kerajaan Islam, seperti pada batu nisan di Minye Tujih, Aceh, yang berangka 1380 M dan hasil-hasil sastra.
Contohnya Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, dan Tajussalatin.
Seiring dengan menyebarnya agama Islam, Bahasa Melayu juga turut tersebar di pelosok Nusantara.
Mudah diterima
Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan.
Sebab, Bahasa Melayu tidak mengenal adanya tingkat tutur.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara telah mempengaruhi tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Hal ini yang kemudian mendorong para pemuda Indonesia untuk mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/27/070000479/mengapa-bahasa-melayu-berkembang-cepat-di-nusantara-