Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Situs Karangkamulyan di Ciamis

Situs ini mencakup area hutan yang sangat luas, yakni mencapai 25,5 hektare.

Para ahli sejarah meyakini bahwa Situs Karangkamulyan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Galuh, yang berdiri antara abad ke-7 hingga abad ke-16.

Sejarah Situs Karangkamulyan

Melansir situs resmi Direktori Pariwisata Kemenparekraf, tidak diketahui kapan Situs Karangkamulyan pertama kali ditemukan.

Masyarakat setempat menyebut bahwa situs ini sering dikunjungi sejak tahun 1700-an, untuk berbagai keperluan.

Kendati demikian, hingga 1914, Situs Karangkamulyan belum juga disebut dalam inventarisasi benda-benda purbakala yang disusun oleh NJ Krom.

Latar belakang Situs Karangkamulyan dikaitkan dengan Legenda Ciung Wanara, cerita rakyat Sunda yang sangat terkenal di Jawa Barat.

Konon, Prabu Adimulya Permanadikusuma ketika memerintah Kerajaan Galuh berkehendak untuk menjalani hidup sebagai petapa. Karena itu, ia menyerahkan takhta kerajaan kepada Prabu Bondan Sarati.

Prabu Adimulya Permanadikusuma kemudian memulai kehidupan baru sebagai petapa bernama Pandita Ajar Sukaresi.

Namun, di bawah pemerintahan Prabu Bondan Sarati, rakyat Galuh sangat menderita. Raja juga diam-diam berniat melenyapkan Pandita Ajar Sukaresi.

Kebencian raja semakin dalam ketika Pandita Ajar Sukaresi semakin sakti dan terkenal di berbagai daerah.

Dengan dalih ingin mengetahui kesaktiannya, raja meminta Pandita Ajar Sukaresi menebak isi kandungan istrinya, Dewi Naganingrum, yang sebenarnya tidak hamil.

Meski tahu istrinya tidak hamil, Pandita Ajar Sukaresi mengatakan bahwa istrinya sedang mengandung bayi laki-laki yang kelak akan menyaingi Bondan Sarati.

Mendengar hal itu, Bondan Sarati gusar, sehingga memerintahkan prajuritnya untuk membunuh Pandita Ajar Sukaresi.

Karena upaya membunuh Pandita Ajar Sukaresi selalu gagal, Dewi Naganingrum yang perutnya semakin membesar akhirnya diasingkan ke hutan.

Raja berpesan kepada Paman Lengser, apabila Dewi Naganingrum melahirkan bayi laki-laki, maka anak tersebut harus dibunuh.

Ketika Dewi Naganingrum benar-benar melairkan bayi laki-laki, Paman Lengser tidak tega membunuhnya.

Ia memilih memasukkan bayi itu ke dalam peti dengan dibekali telur dan keris kemudian dihanyutkan di Sungai Citanduy.

Bayi itu ditemukan oleh Aki Balangantrang dan diberi nama Ciungwanara. Sedangkan telur yang menyertainya tumbub menjadi ayam jantan aduan yang tangguh.

Kecerdasan Ciungwanara dan ketangguhan ayamnya terdengar oleh Bondan Sarati, yang kembali gusar dan memerintahkan prajurit untuk membunuhnya dengan siasat sayembara sabung ayam.

Dalam sayembara sabung ayam itu, disebutkan siapa saja yang bisa mengalahkan ayam raja, akan diberi hadiah berupa separuh wilayah Kerajaan Galuh.

Singkat cerita, Ciungwanara memenangkan sayembara, tetapi raja ingkar janji. Dengan kecerdasannya, Ciungwanara berhasil menjebak Raja Bondan Sarati di dalam kerangkeng yang sebenarnya disiapkan untuk mengurungnya.

Peristiwa itu membuat rakyat yang telah lama menderita, kembali berbahagia dan mengangkat Ciungwanara menjadi raja Galuh.

Apa saja yang ada di Karangkamulyan?

Di Situs Karangkamulyan terdapat cagar alam yang indah dengan flora dan faunanya, serta cagar budaya dari masa Kerajaan Galuh yang umumnya berbentuk batu.

Batu-batu yang ada di situs ini membentuk struktur tertentu, serta memiliki nama dan kisah tersendiri.

Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian masyarakat, yang dikaitkan dengan kisah-kisah dari masa Kerajaan Galuh.

Berikut ini beberapa peninggalan sejarah yang ada di Situs Karangkamulyan.

Pangcalikan

Situs Pangcalikan berupa lahan berpagar besi yang terdiri dari tiga halaman yang dibatasi susunan batu dengan ketinggian sekitar 1 meter.

Pada halaman ketiga yang terletak di paling utara, terdapat bangunan cungkup tanpa dinding yang diselubungi gorden transparan.

Di situlah terdapat batu putih berukuran 92 x 92 cm dengan tinggi 48 cm, yang disebut Pangcalikan oleh masyarakat.

Di dekat batu Pangcalikan terdapat batu datar berbahan andesit dan sekumpulan batu lainnya.

Sipatahunan dan Sanghyang Bedil

Sipatahunan merupakan bagian tepian Sungai Citanduy yang landai dan tidak terdapat obyek arkeologi.

Sedangkan Sanghyang Bedil berupa bangunan susunan batu berbentuk segi empat, yang memiliki celah sebagai jalan masuk pada sisi selatan.

Di tengah lahan terdapat dua batu panjang dalam keadaan patah. Satu di antaranya dalam posisi tegak dan yang satunya lagi roboh.

Batu yang roboh ini disebut Sanghyang Bedil karena bentuknya mirip senapan (bedil).

Panyabungan Hayam

Situs Panyabungan Hayam berbentuk melingkar dan di tengahnya terdapat pohon bungur.
Pada sisi utara terdapat tatanan batu.

Lambang Peribadatan

Situs Lambang Peribadatan berupa batu yang berada pada halaman yang dibatasi susunan batu berbentuk bujur sangkar, dengan jalan masuk di sisi timur.

Di tengah halaman terdapat batu berdiri berbentuk segi empat panjang, yang dikelilingi susunan batu bulat.

Cikahuripan

Cikahuripan merupakan pertemuan dua sungai kecil yang bernama Citeguh dan Cirahayu.

Saat ini, Cikahuripan digunakan sebagai tempat mandi untuk keperluan tertentu.

Panyandaan

Panyandaan merupakan susunan batu berbentuk persegi yang menyerupai tembok batu, dengan celah di sisi timur sebagai jalan masuk.

Di tengah struktur batu keliling terdapat batu berdiri dan batu datar berbentuk segitiga yang dikelilingi susunan batu kecil.

Makam Sri Bhagawat Pohaci

Di depan Situs Panyandaan terdapat tiga batu berdiri yang salah satunya dalam posisi condong, dan dikelilingi sebaran batu-batu bulat.

Obyek ini dipercaya sebagai makam Sri Bhagawat Pohaci.

Pamangkonan

Situs Pamangkonan berupa susunan batu berbentuk persegi dengan celah pada sisi timur sebagai jalan masuk.

Di tengah obyek terdapat susunan batu-batu bulat mengelilingi salah satu batu.

Makam Adipati Panaekan

Makam Adipati Panaekan berupa tatanan batu bersusun melingkar. Adipati Panaekan adalah tokoh yang menurunkan bupati pertama Ciamis.

Parit dan Benteng

Jejak parit dijumpai di sekeliling situs inti, yang lebar dan kedalamannya cukup bervariasi.

Pada sisi luar parit terdapat gundukan tanah membentuk benteng dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebarnya bervariasi antara 3 hingga 4 meter.

Melansir laman Dispar Kabupaten Ciamis, Situs Karangkamulyan menunjukkan peralihan masa Hindu-Buddha menuju masuknya pengaruh Islam.

Salah satu buktinya dapat dilihat pada makam Adipati Panaekan yang berbentuk punden berundak, tetapi posisinya menghadap kiblat.

Menurut penyelidikan tim arkeologi pada 1997, Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh yang telah dihuni sejak abad ke-9.

Kesimpulan tersebut berkaca dari temuan keramik yang berasal dari zaman Dinasti Ming.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/05/29/170000079/sejarah-situs-karangkamulyan-di-ciamis

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke