Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Indische Partij Dianggap Radikal oleh Belanda?

IP merupakan partai politik pertama di Hindia Belanda didirikan di Bandung pada 25 Desember 1912.

Pendiri IP adalah tiga tokoh yang disebut Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker Danudirja Setiabudi), Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Namun, usia IP sangat pendek, bahkan tidak sampai satu tahun. Pada 4 Maret 1913, IP telah dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah kolonial karena dianggap bersikap radikal.

Mengapa Indische Partij dianggap bersikap radikal?

IP lantang melempar kritik dan menuntut kemerdekaan

Indische Partij dianggap bersikap radikal karena lantang mengkritik pemerintah Belanda dan secara terang-terangan menuntut kemerdekaan Indonesia.

IP merupakan organisasi yang ingin melenyapkan segala perbedaan, sehingga keanggotaannya terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat dan terdiri dari campuran orang Indo dan pribumi.

Sejak awal, IP menyatakan bahwa nasionalisme merupakan hal paling penting, sehingga harus diperjuangkan.

Partai ini juga dengan tegas menyatakan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dari pemerintah kolonial Belanda.

Sikap tegas IP tampak dalam semboyan-semboyannya yang berbunyi "Indie los van Holland" (Hindia bebas dari Belanda) dan "Indie voor Indier" (Indonesia untuk orang Indonesia).

IP sangat radikal dalam menghadapi sistem kolonial Belanda, salah satu contohnya organisasi ini pernah menuntut dihapusnya eksploitasi rakyat.

Menurut IP, eksploitasi dapat dihapus apabila Hindia Belanda memperoleh kemerdekaan.

Melihat adanya unsur radikal di dalam IP, pemerintah kolonial Belanda mulai mengambil sikap.

Permohonan kepada Gubernur Jendral Idenburg untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum ditolak.

Indische Partij mengalami kesulitan untuk mendapatkan status badan hukum karena organisasi ini dianggap membangkitkan rasa nasionalisme rakyat yang dapat merusak keamanan umum dan bergerak untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Itulah mengapa Indische Partij dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah kolonial Belanda.

Kendati demikian, hal itu tidak menghentikan perjuangan para tokoh IP. Tahun 1913 menandai peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis.

Dalam rangka perayaan itu, pegawai kolonial melakukan penarikan pajak dan iuran kepada rakyat Indonesia.

Hal itu tentunya melukai hati bangsa Indonesia. Sebagai respons, Ki Hajar Dewantara menulis kritik yang satire dan sarkas untuk pemerintah kolonial yang diberi judul Als ik eens Nederlander was (Andai Aku Seorang Belanda).

Tjipto Mangoenkoesoemo menulis artikel bernada sama yang dimuat dalam De Express pada 26 Juli 1913 berjudul Kracht of Vrees, yang berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutannya.

Begitu pula dengan Douwes Dekker, yang menyuarakan kritik melalui tulisan berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan Kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat).

Dampak tulisan Als ik eens Nederlander was bagi eksistensi tokoh Indische Partij sangat besar.

Tulisan-tulisan yang bersifat sarkas dan sangat revolusioner tersebut menyebabkan tiga tokoh Indische Partij ditangkap oleh pemerintah Belanda.

Mereka dianggap sangat mengkhawatirkan dan menjadi ancaman, yang memicu sikap keras dari pemerintah Belanda.

Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Suwardi Suryaningrat kemudian ditangkap dan dibuang ke Belanda.

Hal itu membuat Indische Partij menjadi melemah dan akhirnya bergantu nama menjadi Insulinde.

Referensi:

  • Andriyanto. (2022). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Boyolali: Penerbit Lakeisha.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/11/25/130000879/mengapa-indische-partij-dianggap-radikal-oleh-belanda-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke