Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hubungan antara Spanyol dengan Kerajaan Tidore

Apabila pada awal kedatangannya bangsa Portugis bersekutu dengan Kerajaan Ternate, bangsa Spanyol menjalin kerja sama dengan Kerajaan Tidore.

Berikut ini sejarah hubungan antara Spanyol dengan Kerajaan Tidore.

Kesultanan Tidore menyambut baik kehadiran Spanyol

Kesultanan Tidore menjadi salah satu kerajaan terbesar di Maluku selain Kerajaan Ternate.

Apabila ekspansi teritorial Ternate mengarah ke utara dan barat Nusantara, Tidore mengarah ke bagian timur.

Kerajaan Tidore tercatat pernah menguasai Halmahera Tengah dan Timur, Seram, Ambon, dan sebagian wilayah Papua.

Sultan Al Mansur (1512-1526) adalah salah satu penguasa Tidore yang paling getol melakukan ekspansi wilayah.

Ia juga tercatat sebagai Sultan Tidore pertama yang menerima Spanyol sebagai mitra asing pada 1521.

Kesultanan Tidore menyambut baik kehadiran Spanyol di wilayahnya karena saat itu pihaknya tengah terlibat persaingan ketat dengan Ternate.

Alasan Kesultanan Tidore menerima kedatangan Spanyol

Kerajaan Tidore selalu terlibat persaingan ketat dengan Kerajaan Ternate.

Persaingan tersebut terutama terjadi di bidang politik dalam rangka menguasai hegemoni Maluku.

Untuk itu, masing-masing kerajaan selalu siap berebut mitra asing. Ketika Portugis tiba di Ambon pada 1512, Tidore kalah cepat dari Ternate dalam menjemput Portugis.

Oleh karena itu, ketika Spanyol mendarat di Kepulauan Maluku pada sembilan tahun kemudian, Sultan Al Mansur segera memikatnya.

Pada 10 November 1521, atau dua hari setelah kedatangan armada Spanyol, Sultan Al Mansur mengundang mereka ke istana di Mareku untuk jamuan makan siang.

Armada Spanyol yang tiba saat itu adalah sisa-sisa awak Fernando de Magelhaens atau Ferdinand Magellan.

Karena Magellan meninggal di Filipina, Sebastian del Cano menggantikan sebagai kapten.

Setelah pembicaraan antara Sebastian del Cano dan Sultan dalam jamuan itu, kemitraan antara Spanyol dan Tidore pun digalang.

Kerja sama Spanyol dan Tidore

Pada awalnya, Sultan mengizinkan bangsa Spanyol menggelar dagangan di pasar dan membantu mereka membuatkan tempat berjualan.

Dari situ, terjadilah perdagangan. Misalnya sepotong kain merah dari Spanyol ditukar dengan satu bahar (550 pon) cengkih.

Kerja sama Spanyol dan Tidore pun menyita perhatian Kerajaan Ternate dan Portugis.

Bangsa Spanyol, yang merasa telah memperoleh cukup banyak cengkih dari transaksinya di Tidore, pun segera bersiap kembali ke negaranya.

Atas desakan Sultan Al Mansur kepada kapten Del Cano, empat awak kapal Spanyol ditinggalkan di Tidore untuk meneruskan perdagangan.

Pada akhir Desember 1521, orang-orang Spanyol bertolak dari Tidore, setelah sang kapten berjanji akan ada ekspedisi lanjutan yang menggantikan mereka.

Sejak saat itu, hubungan Tidore dan Spanyol semakin erat, bahkan lahir perjanjian militer untuk mengimbangi persekutuan serupa antara Ternate dengan bangsa Portugis.

Seperti halnya Ternate dan Tidore, antara Portugis dan Spanyol memang terjadi persaingan yang serius dalam perburuan rempah-rempah dan pelayaran samudra.

Kemelut Tidore-Spanyol dengan Ternate-Portugis

Kehadiran Spanyol di Tidore menimbulkan ketegangan bagi Ternate dan Portugis.

Terlebih, kapal-kapal Spanyol melayari seluruh pelosok perairan Maluku dan pernah dipergoki oleh Portugis di pelabuhan Samafo tanpa diketahui tujuannya.

Pada 1524, Tidore pernah digempur oleh pasukan gabungan Kerajaan Ternate-Portugis sejumlah 600 tentara.

Meski Ternate-Portugis akhirnya mundur, ibu kota Tidore berhasil diobrak-abrik.

Ketika Sultan Al Mansur wafat pada 1526, sempat terjadi kevakuman di Tidore, yang membuat Spanyol dan Portugis sama-sama ingin menjalankan kekuasaannya.

Saat itu, armada Spanyol yang terdiri dari lima kapal dengan 300 prajurit tiba di Tidore di bawah pimpinan Martin Ignatius Karkafe.

Kehadiran Karkafe membuat Gubernur Portugis di Ternate, Jorge de Menezes, marah dan mengirim utusan ke Tidore.

Ketika menjawab utusan Portugis, Karkafe mengaku tidak membuat kesalahan, karena mereka melalui jalur Magellan dan tidak mengikuti rute pelayaran Portugis, seperti kesepakatan mereka dalam Perjanjian Tordesillas.

Kemelut Spanyol-Portugis itu akhirnya diselesaikan dengan Perjanjian Saragoza pada 1529.

Bangsa Spanyol akhirnya mau mundur dari Maluku ke Filipina dengan kompensasi sebesar 350.000 ducats.

Kendati demikian, perjanjian itu tidak sepenuhnya menghilangkan keberadaan bangsa Spanyol dari Maluku.

Armada Spanyol tetap datang untuk berdagang dan baru benar-benar angkat kaki ketika Belanda menguasai hegemoni di Kepulauan Maluku.

Referensi:

  • Amal, M Adnan. (2016). Kepulauan Rempah-rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/27/150000679/hubungan-antara-spanyol-dengan-kerajaan-tidore

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke