Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Teungku Fakinah, Pejuang dan Ulama Wanita dari Aceh

Ia mulai terjun dalam perjuangan melawan Belanda ketika berusia 17 tahun dengan mendirikan sebuah badan amal di tahun 1873.

Namun, setelah sekian lama, Teungku Fakinah angkat senjata dan bergerilya bersama sahabatnya, Tjoet Nyak Dhien.

Teungku Fakinah bahkan mendirikan pasukan yang terdiri dari 4 batalion, salah satunya terdiri dari kaum perempuan.

Namun, melihat perjuangan yang sangat keras, Panglima Polem meminta Teungku Fakinah berhenti bergerilya dan lebih fokus pada pendidikan.

Saran Panglima Polem tersebut kemudian dilaksanakan oleh Teungku Fakinah. Ia kemudian mendirikan lembaga pendidikan atau Dayah.

Melalui Dayah tersebut, Teungku Fakinah fokus pada pendidikan bagi generasi penerus di Aceh hingga ia meninggal dunia pada tahun 1938.

Riwayat Singkat

Teungku Fakinah lahir di Mukim Lamkrak, Desa Lamdiran, Kampung Lambeunot, Aceh Besar pada tahun 1856.

Sebuah riwayat menjelaskan bahwa Teungku Fakinah adalah anak dari Datuk Muhammad, seorang petinggi Kesultanan Aceh Darussalam.

Datuk Muhammad ini mendirikan pesantren sekaligus perguruan atau sekolah di Lamdiran, Aceh Besar.

Sementara itu, ibu Teungku Fakinah bernama Cut Fathimah. Ia adalah putri dari ulama dan tokoh pendidikan Aceh yang bernama Teungku Muhammad Sa'at atau Teungku Chik Lampucok.

Teungku Chik Lampucok merupakan pendiri Dayah Lampucok, sebuah perguruan agama.

Dari riwayat tersebut diyakini, Teungku Fakinah merupakan keturunan dari seorang ulama besar di Aceh.

Berjuang Melawan Belanda

Ketika berumur 16 tahun, Teungku Fakinah menikah dengan Teungku Ahmad atau Teungku Aneuk Glee pada tahun 1872.

Teungku Ahmad merupakan salah satu pejuang yang membuka perguruan agama di Lamkrak.

Setahun kemudian, Teungku Fakinah menjanda karena suaminya gugur dalam peperangan melawan Belanda pada tahun 1873.

Setelah kematian suaminya, Teungku Fakinah kemudian tergerak untuk berjuang melawan Belanda.

Teungku Fakinah mulanya berjuang di belakang layar dengan membentuk suatu badan amal.

Badan amal yang dibangun oleh Teungku Fakinah ini bergerak dalam pengumpulan sumbangan berupa uang, padi, atau bahan makanan lain.

Dari sumbangan tersebut nantinya akan disalurkan kepada yang membutuhkan, seperti fakir miskin dan para pejuang.

Seiring berjalannya waktu, badan amal ini kemudian berkembang. Banyak perempuan di berbagai wilayah Aceh bergabung.

Badan amal ini berperan dalam mempersiapkan bekal makanan pagi para pejuang gerilya Aceh.

Selain itu, Teungku Fakinah juga berkeliling menyambangi rumah orang-orang kaya dan terpandang untuk dimintai dukungan finansial guna membiayai perang melawan Belanda dari Aceh.

Mengangkat Senjata

Sekian lama berada di belakang layar, Teungku Fakinah tak sabar dan ingin ikut mengangkat senjata melawan Belanda.

Ia kemudian memberanikan diri menghadap Sultan Aceh, Sultan Daud Syah (1874-1903), untuk meminta izin membentuk pasukan.

Sultan Daud Syah kemudian mengizinkan Teungku Fakinah membentuk pasukan karena melihat semangatnya.

Setelah itu, Teungku Fakinah membentuk pasukan yang terdiri dari empat regu atau batalion. Salah satu regunya terdiri dari kaum perempuan.

Salah satu tokoh perempuan yang bersama Teungku Fakinah bergerilya adalah Tjoet Nyak Dhien.

Tjoet Nyak Dhien ternyata juga sahabat dekat dari Teungku Fakinah.

Mereka berdua menjadi tokoh wanita yang rela bergerilya demi mengusir Belanda dari tanah Aceh.

Suatu kali, Teungku Fakinah memimpin pasukan yang harus melindungi banyak perempuan dalam rombongannya.

Dalam rombongan tersebut terdiri dari permaisuri Sultan Aceh dan Pocut Awan (ibu dari Panglima Polem).

Dalam perjalanan tersebut, selain mengamankan, Teungku Fakinah juga menyempatkan untuk mengajar remaja putri ikut bergerilya.

Berjuang di bidang pendidikan

Perjuangan gerilya Teungku Fakinah membuat Panglima Polem prihatin. Panglima Polem merasa bahwa Teungku Fakinah tak harus berada dalam perjuangan gerilya.

Panglima Polem menilai bahwa Teung Fakinah lebih dibutuhkan untuk mendidik generasi muda daripada bergerilya.

Setelah itu, Panglima Polem kemudian meminta Teungku Fakinah untuk berhenti bergerilya untuk fokus pada pendidikan.

Teungku Fakinah kemudian menuruti saran Panglima Polem untuk lebih fokus pada pendidikan.

Teungku Fakinah akhirnya berhenti bergerilya dan kembali ke Lamkrak pada 21 Mei 1910 ketika ia berumur 54 tahun.

Di Lamkrak, Teungku Fakinah kemudian membuka kembali lembaga pendidikan agama atau Dayah milik ayahnya dahulu yang mangkrak.

Pulangnya Teungku Fakinah ke Lamkrak disambut dengan meriah oleh seluruh warga desa.

Dengan beberapa bantuan berupa tenaga dan uang, pada tahun 1911 berdirilah sebuah lembaga pendidikan agama untuk perempuan.

Pada saat itu, lembaga asuhan Teungku Fakinah merupakan satu-satunya lembaga yang dipimpin oleh perempuan.

Adapun santrinya tidak hanya dari kalangan remaja perempuan, melainkan dari segala kalangan, terutama para janda yang ditinggal mati suaminya dalam perang.

Setelah itu, banyak perempuan dari berbagai wilayah di Aceh untuk belajar di Dayah asuhan Teungku Fakinah.

Mereka datang dari Meulaboh, Calang, Aceh Timur, Pidie, Samalangga, dan dari daerah lain di Aceh.

Meninggal dunia

Setelah 4 tahun fokus pada pendidikan di Dayahnya, Teungku Fakinah kemudian melaksanakan ibadah haji ke Mekkah pada 1915.

Banyak masyarakat dan murid-muridnya yang ke pelabuhan untuk melepas kepergiannya ke Mekkah.

Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, Teungku Fakinah tinggal sekitar tiga tahun di Mekkah.

Selama tinggal di Mekkah, Teungku Fakinah fokus untuk memperdalam pengetahuan ilmu agama Islam.

Setelah dirasa cukup, Teungku Fakinah kemudian kembali ke tanah kelahirannya pada tahun 1918.

Dari tahun 1918, Teungku Fakinah mengabdikan dirinya di bidang pendidikan dan mengurus Dayahnya.

Teungku Fakinah berada di bidang pendidikan hingga ia meninggal dunia pada tahun 1938, ketika berusia 82 tahun.

Referensi:

  • Ibrahim, Muhammad. (1991). Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/14/110000779/teungku-fakinah-pejuang-dan-ulama-wanita-dari-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke