Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Suku Aneuk Jamee, Perantau Minang di Aceh

Suku Aneuk Jamee merupakan keturunan dari perantau Minangkabau yang melakukan migrasi ke Aceh dan akhirnya berakulturasi dengan suku Aceh.

Secara etimologi, aneuk jamee dalam bahasa Aceh berarti tamu atau pendatang.

Asal-usul

Asal-usul tentang suku Aneuk Jamee tidak banyak dibahas atau ditemukan.

Akan tetapi, berdasarkan sumber lisan dan catatan yang ada disebutkan bahwa suku Aneuk Jamee berasal dari Minangkabau daerah Rao, Pariaman, Lubuk Sikaping, dan Pasaman.

Diperkirakan suku Aneuk Jamee bermigrasi ke daerah pantai barat Aceh pada abad ke-17.

Salah satu alasan yang mendorong suku Aneuk Jamee melakukan migrasi ke Aceh adalah karena pecahnya Perang Padri di Minangkabau pada 1836.

Setelah berada di Aceh, suku Aneuk Jamee berdiam diri di situ dengan membuka perkebunan laba.

Umumnya, mereka tinggal di sepanjang pantai seperti di Tapaktuan dan Meulaboh.

Kedatangan suku Aneuk Jamee ini dianggap sebagai tamu oleh masyarakat Aceh setempat, yang kemudian berasimilasi dengan mereka.

Dengan demikian, orang-orang Minangkabau mulai menyatakan diri mereka sebagai Aneuk Jamee, yang dalam bahasa Aceh berarti anak tamu.

Penyebarannya

Suku Aneuk Jamee tidak hanya tinggal di daerah pesisi barat Aceh saja, melainkan juga tersebar di Kabupaten Aceh Selatan, seperti Kecamatan Susoh, Manggeng, Labuhan Haji, Samadua, dan Tapaktuan.

Masing-masing daerah yang ditinggali oleh suku Aneuk Jame masih saling berkaitan, meskipun terpisah satu sama lain oleh kecamatan-kecamatan yang ditinggali oleh etnis lain, terutama etnis Aceh.

Penduduk Aneuk Jamee yang tinggal di pinggiran pantai umumnya bekerja sebagai nelayan, baik nelayan pukat ataupun sampan.

Sementara suku Aneuk Jamee yang tinggal di perkotaan bekerja sebagai petani atau berkebun.

Bahasa

Penduduk Aneuk Jamee berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jamee atau jamu, kosa kata bahasa Jamee yang didominasi dengan bahasa Minangkabau.

Beda kecamatan, beda pula dialek yang digunakan, yang dipengaruhi oleh faktor geografis dan pengaruh bahasa lain di daerah itu.

Etnis Aceh yang tinggal berdekatan dengan penduduk Aneuk Jamee bisa berkomunikasi dan lebih mengerti bahasa mereka, karena kosa kata yang digunakan mirip-mirip dengan bahasa Indonesia.

Namun, bagi penduduk Aneuk Jamee sendiri justru kurang bisa memahami bahasa Aceh.

Sistem pemukiman

Desa-desa yang ditinggali oleh Aneuk Jamee berada di daerah dataran yang diapit oleh bukit-bukit atau gunung.

Sebagian besar berada di sepanjang jalan raya yang menghubungkan Banda Aceh dengan kecamatan di Aceh Selatan.

Jalan setapak yang ada di dalam desa disebut sebagai jurong yang menghubungkan rumah yang satu dengan rumah lainnya.

Di setiap desa ada sebauh manasah dan sebuah surau. Manasah berfungsi sebagai tempat ibadah laki-laki, sedangkan surau adalah tempat peribadatan untuk kaum wanita.

Tokoh yang memimpin ibadah umat laki-laki disebut sebagai Tuangku Imam Masjid, sementara yang memimpin kaum wanita disebut Tuangku Imam Dayah.

Sistem kekerabatan

Dalam masyarakat Jamee keluarga disebut dengan rumah tango atau rumah tanggga.

Seperti pada umumnya, keluarga Aneuk Jamee juga dikepalai oleh seorang ayah.

Akan tetapi, tidak jarang juga ditemukan keluarga yang dikepalai oleh seorang ibu atau seorang anak laki-laki tertua.

Keadaan-keadaan ini bisa terjadi apabila ada kasus perceraian atau ayah yang meninggal dunia.

Sebagian besar masyarakat Aneuk Jamee menganut prinsip menetap uxorilokal, di mana pasangan pengantin baru akan menetap di rumah kerabat atau orang tua istrinya terlebih dulu sebelum tinggal di rumahnya sendiri.

Selain rumah tanggo, masyarakat Aneuk Jamee juga mengenal istilah niniek mamak, yaitu pemimpin adat di Minangkabau yang berperan besar di bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya.

Kelas sosial

Penduduk Aneuk Jamee dibagi ke dalam tiga kelompok kelas sosial, sebagai berikut:

  • Golongan datuk dan kerabatnya yang berperan sebagai ketua kedaulatan di beberapa desa
  • Golongan hulubalang yang berkuasa di bawah datuk
  • Golongan rakyat biasa

Referensi:

  • Sufi, Rusdi, Shabri A. dkk. (1997). Sistem Bagi Hasil Tradisional Pada Masyarakat Etnis Aceh dan Aneuk Jamee. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
  • Melalatoa, M.J. (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/13/090000379/suku-aneuk-jamee-perantau-minang-di-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke