Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pangeran Kornel, Simbol Perlawanan Sumedang terhadap Belanda

Adapun nama Kornel berasal dari istilah kolonel (tituler) yang masih langka pada zaman itu, sehingga masyarakat Sumedang menyebutnya sebagai kornel.

Pangkat kolonel (tituler) diberikan kepada Pangeran Kusumadinata IX oleh Belanda. Hal ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah kolonial yang memberikan gelar kepangkatan, termasuk pangkat militer, kepada para bupati yang berprestasi dalam memajukan daerahnya.

Bagi masyarakat Sumedang, Pangeran Kornel adalah sosok pahlawan yang berani melawan kekejaman pemerintah kolonial Belanda.

Cara yang dilakukannya adalah dengan menentang Gubernur Jenderal Willem Daendels, yang telah membuat rakyatnya menderita akibat bekerja membuka Jalan Raya Pos di Sumedang.

Asal-usul

Pangeran Kornel lahir pada 1762 dari pasangan Adipati Surianagara II dan Nyi Mas Nagakasih.

Semasa kecil, nama asli Pangeran Kornel adalah Raden Asep Djamu. Ayahnya adalah Bupati Sumedang yang menjabat antara 1761-1765.

Ketika Adipati Surianagara II meninggal, Demang Tanubaya diangkat sebagai bupati sementara karena Raden Asep Djamu baru berusia tiga tahun.

Namun di tangan Demang Tanubaya dan penggantinya, keadaan Sumedang menjadi kacau.
Pada 1791, Raden Asep Djamu akhirnya menduduki kursi Bupati Sumedang dengan gelar Pangeran Kusumadinata IX.

Menghadapi Daendels

Ketika Pangeran Kornel menjabat sebagai Bupati Sumedang, Gubernur Jenderal Willem Daendels menjalankan proyek pembangunan Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg dari Anyer hingga Panarukan.

Karena anggarannya terbatas, Daendels meminta para bupati untuk menyediakan tenaga kerja dan dibayar dengan upah sangat sedikit.

Alhasil, banyak penduduk pribumi yang menjadi korban karena beban kerja paksa yang terlalu berat.

Ketegangan antara penduduk dan penguasa Belanda pun bermunculan di banyak daerah, termasuk di Sumedang.

Menurut ingatan masyarakat Sumedang, ketika Daendels menginspeksi pembangunan jalan, Pangeran Kornel menyambut di ruas Gunung Cadas dengan sikap menantang.

Pangeran Kornel mengulurkan tangan kirinya untuk bersalaman, sementara tangan kanannya menggenggam keris.

Sikap ini adalah bentuk protes atas banyaknya rakyat Sumedang yang tewas dan sakit akibat kerja rodi untuk menuruti perintah Daendels.

Bahkan peristiwa tersebut diabadikan di ruas jalan baru dan lama Cadas Pangeran dengan dibangun patung Pangeran Kornel bersalaman dengan Daendels.

Bupati bijak dan pemberani

Meski peristiwa di Cadas Pangeran telah melegenda, tetapi beberapa pihak masih mempertanyakan kebenarannya.

Sebab, pada prasasti disebut bahwa Cadas Pangeran dibobok pada 26 November-12 Maret 1812.

Mengacu pada tanggal yang tertera, diduga bahwa yang datang meninjau pembangunan jalan dan bersalaman dengan Pangeran Kornel bukan Daendels.

Seperti diketahui, Daendels telah meninggalkan Indonesia dan kembali ke Belanda pada 29 Juni 1811.

Namun, terlepas dari perbedaan pendapat yang ada, cerita kepahlawanan Pangeran Kornel melawan Daendels telah menjadi kebanggaan warga Sumedang.

Rakyat begitu terkesan karena Pangeran Kornel mengetahui betul kehidupan masyarakatnya dan berhasil meningkatkan produksi kopi.

Ketika rakyatnya menderita, ia pun berani menentang Daendels yang dikenal kejam dan mempertaruhkan kedudukan serta nyawanya.

Selain itu, terdapat catatan dari pemerintah Belanda yang menilai bahwa Pangeran Kornel adalah sosok bupati yang bijak, tegas, dan berani.

Atas keberaniannya berjuang dan memimpin rakyat Sumedang melawan Belanda, sejumlah tokoh mengusulkan Pangeran Kornel menjadi pahlawan nasional dari Jawa Barat.

Referensi:

  • Litbang Kompas. (2019). Sumedang: Perjuangan Melawan Kolonial. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/26/120000879/pangeran-kornel-simbol-perlawanan-sumedang-terhadap-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke