Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jahja Daniel Dharma: Masa Muda, Peran, dan Perjuangan

Tahun 1942, secara tidak langsung John Lie terlibat perang meski tidak dalam status militer. 

Hal tersebut terjadi karena saat Perang Dunia II berlangsung, kapal Tosari, tempat John bekerja dijadikan kapal logistik dalam jajaran Royal Navy (Angkatan Laut Inggris). 

Ia juga dijuluki sebagai "Hantu Selat Malaka". 

John Lie ahli dalam menyelundupkan senjata di laut untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan. 

Biografi

Laksamana Muda TNI Purn Jahja Daniel Dharma lahir di Manado, 9 Maret 1911. Dharma lebih dikenal dengan nama John Lie. 

John Lie adalah putra dari pasangan Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. 

Ayahnya adalah seorang pemilik perusahaan pengangkatan Vetol.

John Lie menjadi generasi kelima dari leluhur yang datang dari Fuzhou dan Xiamen yang menetap di Minahasa sejak 1790. 

Saat berusia 17 tahun, John Lie pergi ke Batavia karena ia ingin menjadi seorang pelaut. 

Sampai di Batavia, ia menjadi buruh pelabuhan sekaligus mengikuti kursus navigasi. 

Lalu Joh Lie menjadi klerk mualim III, kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, sebuah perusahaan pelayaran Belanda. 

Ia pun ditugaskan di Iran. Pada 1942, John Lie mendapatkan pendidikan militer. 

Pada 30 Agustus 1966, John Lie menikan dengan Pdt Margaretha Dharma Angkuw. Sejak saat itu John Lie merngubah namanya menjadi Jahja Daniel Dharma.

Karier

Masa awal kemerdekaan, John Lie bertugas untuk mengangkat komoditas ekspor Indonesia ke Singapura. 

Kala itu, ekspor sangat penting mengingat kas negara yang menipis. Tahun 1947, John Lie ditugaskan menjadi mengawal kapal pembawa 800 ton karet. 

Karet itu nantinya akan diberikan ke perwakilan Indonesia di Singapura, Oetojo Ramelan. 

Perjalanan yang harus John Lie lalui tidaklah mudah. Ia harus menembus barisan blokade Belanda. 

Karena tugas itu, John Lie pun rutin melakukan operasi untuk menembus blokade Belanda. Hasil bumi yang ia bawa ke Singapura kemudian ditukarkan dengan sebuah senjata. 

Kemudian senjata itu akan diserahkan kepada penjabat yang ada di Sumatra untuk melawan Belanda. 

Perjalanan sulit lain yang juga ia lalui adalah ketika John Lie menggunakan kapal yang terlalu kecil untuk mengarungi gelombang samudera. Kapal tersebut bernama The Outlaw.

Ketika sedang membawa 18 drum, John Lie sempat tertangkap perwira Inggris. Setelah diadili di Singapura, John Lie dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. 

Sesudah menyerahkan senjata pada Bupati Usman Effendi dan Abusamah, John Lie mendapat surat dari Syahbandar.

Dalam surat tersebut dikatakan bahwa The Outlaw merupakan kapal Indonesia. Kapal itu kemudian diberi nama resmi PPB 58 LB. 

Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya. 

Ia turut mendirikan pangkalan Angkatan Laut yang menyuplai bahan bakar, makanan, dan senjata untuk kebutuhan perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Tahun 1950, KASAL Laksamana TNI R Soebijakto memanggil John Lie. Ia ditugaskan menjadi Komandan Kapal Perang Rajawali. 

Selain itu, John Lie juga aktif dalam penumpasan Republik Maluku Selatan dan PRRI/Permesta. 

Akhir Hidup

John Lie wafat pada 30 Agustus 1966. 

Untuk mengenang jasa-jasanya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia dan Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, 9 November 2009. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/08/120000279/jahja-daniel-dharma--masa-muda-peran-dan-perjuangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke