Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nani Wartabone: Peran, Perjuangan, dan Permesta

Ia merupakan penentang kolonialisme yang aktif berorganisasi. 

Nani memulai perjuangannya dengan mendirikan dan menjadi sekretaris Jong Gorontalo di Surabaya pada 1923. 

Lima tahun berselang, 1928, ia menjadi Ketua PNI cabang Gorontalo.

Kehidupan

Nani Wartabone lahir di Gorontalo, 30 April 1907. 

Ia adalah putra dari Zakaria Wartabone, seorang aparat yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda.

Walaupun sang ayah bekerja untuk Belanda, ia memiliki pandangan yang berbeda terhadap penjajah.

Nani tidak betah bersekolah karena baginya para guru asal Belanda ini terlalu meninggi-ninggikan bangsa barat dan merendahkan bangsa Indonesia.

Perjuangan

Pada 1942, Indonesia tengah dikuasai oleh Jepang.

Nani Wartabone mendengar bahwa Jepang telah berhasil menduduki Manado.

Orang-orang Belanda melarikan diri ke Poso. 

Hal ini lantas membuat orang Belanda di Gorontalo merasa khawatir. Mereka pun bersiap pergi dengan lebih dulu melakukan bumi hangus.

Pada 22 Januari 1942, Belanda membakar kapal motor Kalio dan gudang kopra di pelabuhan.

Mengetahui peristiwa ini, Nani menyiapakan senjata dan pasukannya.

Pada 23 Januari 1942, pasukan yang ia pimpin langsung ini berangkat dari Suwawa menuju Gorontalo.

Nani Wartabone pun berhasil menangkap para pejabat Belanda di Gorontalo.

Ia kemudian memimpin rakyat untuk menurunkan bendera Belanda dan mengibarkan bendera merah putih. 

Namun, saat Jepang berkuasa di Indonesia, Nani ditangkap. Ia dipenjara di Manado sampai 1944. 

Gorontalo dikuasai Jepang

Pada 26 Februari, kapal perang Jepang yang bertolak dari Manado berlabuh di pelabuhan Gorontalo.

Nani Wartabone pun menyambut para tentara Jepang dengan baik. Sampai akhirnya, setelah menduduki Indonesia, Jepang melarang adanya pengibaran bendera merah putih.

Mereka juga menuntut agar warga Gorontalo tunduk terhadap Jepang.

Nani Wartabone pun menolak permintaan tersebut.

Rakyat yang berpihak dengan Nani kemudian melakukan mogok massal membuat Gorontalo bak kotak mati.

Melalui peristiwa ini, Jepang memfitnah bahwa Nani Wartabone telah menghasur rakyat untuk berontak kepada Jepang. 

Pada 30 Desember 1943, Nina pun ditangkap dan dibawa ke Manado.

Ia baru dilepaskan pada 6 Juni 1945, detik-detik Jepang mulai kalah terhadap Sekutu.

Permesta

Pada Maret 1957, kejadian PRRI/Permesta telah mengambil alih kekuasaan di Gorontalo. 

Nani Wartabone tidaklah tinggal diam. Ia kembali memimpin rakyat untuk merebut kekuasaan PRRI/Permesta di Gorontalo. 

Sayangnya, pasukan Nani masih kalah kuat untuk persenjataannya. 

Sehingga ia bersama keluarganya pun dipaksa keluar masuk hutan untuk menghindari sergapan pasukan pemberontak.

Akhir Hidup

Setelah peristiwa PRRI/Permesta di Gorontalo, Nani kembali dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting. Seperti Residen Sulawesi Utara di Gorontalo.

Nani Wartabone tutup usia pada 3 Januari 1986. 

Berkat jasanya, Nani pun diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No 085/TK/ 2003 pada 6 November 2003. 

Tugu Nani Wartabone juga dibangun di Kota Gorontalo guna mengingatkan masyarakat Gorontalo terhadap peristiwa 23 Januari 1942. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/22/160000779/nani-wartabone--peran-perjuangan-dan-permesta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke