Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Badai merupakan salah satu bencana alam yang sering kali terjadi di beberapa daerah tertentu. Di Indonesia badai juga dikenal dengan nama angin topan.
Badai menjadi salah satu jenis bencana alam yang cukup membahayakan, karena dapat menimbulkan kerusakan yang parah dan jatuhnya korban jiwa.
Badai adalah gangguan udara yang terjadi di atmosfer. Badai biasanya menyebabkan cuaca buruk.
Badai ditandai oleh angin kencang, kilat, guntur dan hujan lebat. Badai terjadi ketika pusat daerah tekanan minimum berkembang dan dikelilingi oleh udara bertekanan maksimum.
Kombinasi dua kekuatan yang saling bertentangan ini dapat menimbulkan angin dan awan badai.
Baca juga: Badai Tropis: Hubungannya dengan Siklon Tropis, Proses, dan Dampaknya
Badai dapat terjadi akibat beberapa sebab, misalnya tingginya suhu permukaan air laut dan perubahan atmosfer. Berikut uraiannya:
Penyebab terjadinya badai yang paling umum adalah tingginya suhu permukaan air laut. Permukaan laut yang memiliki suhu yang tinggi akan kontras dengan suhu yang ada di bawah permukaan laut atau suhu di dalam air.
Hal inilah yang akan memicu terjadinya badai. Seperti pada kasus penyebab terjadinya angin topan.
Suhu permukaan air laut yang tinggi mengakibatkan perubahan di lapisan atmosfer bumi. Perubahan ini menghasilkan energi, seperti kemunculan petir dan badai.
Baca juga: Faktor Penyebab Terjadinya Badai Haiyan
Gejala badai ditandai dengan munculnya angin kuat dan kencang mencapai 250 kilometer per jam.
Badai terjadi melalui beberapa proses, di antaranya:
Badai yang terjadi diawali dengan kondisi udara, sebagai sumber utama dari energi penggerak badai.
Kandungan uap air yang mengembun di udara lembap akan bergerak ke atmosfer yang sifatnya lebih dingin dari permukaan bumi. Pada proses kondensasi, uap air melepaskan panasnya.
Energi panas yang dilepaskan oleh uap air terkumpul menjadi energi penggerak badai. Proses ini terjadi di atmosfer bumi.
Baca juga: Pengertian Evaporasi, Kondensasi, Prespitasi, dan Infiltrasi
Selain udara lembap, lautan yang hangat dan adanya gangguan cuaca dan angin yang bergerak naik membawa udara lembap juga memengaruhi munculnya energi ini.
Apabila unsur-unsur tersebut di atas berlangsung cukup lama, maka hal ini akan membentuk terjadinya angin kencang, gelombang laut yang tinggi, hujan deras, serta banjir yang mengikuti peristiwa badai ini.
Proses terjadinya badai dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
Suhu air laut hingga kedalaman 50 meter lebih dari 26,5 derajat selcius. Perairan yang hangat menjadi sumber energi dari badai.
Jika badai bergerak ke daratan atau ke perairan yang dingin, kekuatan badai akan melemah secara drastis.
Baca juga: Tekanan Udara: Pengertian, Faktor yang Memengaruhi, dan Jenisnya
Suhu atmosfer turun drastis seiring dengan meningkatnya ketinggian. Penurunan suhu tersebut tidak memungkinkan terjadinya perpindahan kelembaban udara secara konveksi.
Aktivitas badai petir mendorong uap air untuk melepaskan kandungan panasnya.
Kelembaban udara yang tinggi pada atmosfer diakibatkan oleh suhu atmosfer yang menurun. Kelembaban tersebut juga berpengaruh pada proses terjadinya badai.
Proses terjadinya badai ini berlangsung di daerah sekitaran garis lintang nol derajat atau garis khatulistiwa, namun tidak terlampau dekat.
Proses terjadinya badai akan berlangsung pada jarak minimum 500 kilometer dari garis khatulistiwa.
Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Garis Khatulistiwa?
Angin yang bergerak naik secara vertikal dengan kecepatan kurang dari 10 meter per detik akan memengaruhi proses terjadinya badai.
Angin tersebut tidak akan merusak proses pembentukan formasi badai, khususnya badai siklon tropis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.