Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Negosiasi Wajah: Pengertian, Asumsi, dan Konflik

Kompas.com - 27/05/2022, 17:00 WIB
Jessica Novia,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Orang-orang dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda memiliki berbagai kekhawatiran mengenai "wajah" atau citra orang lain. 

Kekhawatiran ini mengarahkan mereka untuk mengatasi konflik dengan cara berbeda-beda tanpa harus ada pihak yang merasa menang atau kalah. 

Hal ini berkaitan dengan teori negosiasi wajah yang dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey. Dalam hal ini wajah didefinisikan sebagai image diri seseorang di mata orang lain. 

Dikutip dari Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (2017) karya Richard West & Lynn H.Turner, teori negosiasi wajah adalah teori yang bersifat multifaset, menggabungkan penelitian dari komunikasi antarbudaya, konflik, kesopanan, dan efek wajah.

Teori negosiasi wajah memiliki daya tarik serta penerapan lintas budaya karena Ting Toomey berfokus pada sejumlah populasi dengan kebudayaan yang berbeda.

Baca juga: Teori Big Bang: Hipotesis dan Sejarah Kemunculannya

Wajah merupakan fitur penting dalam kehidupan, sebuah metafora untuk citra diri yang meliputi seluruh aspek sosial kehidupan. 

Teori negosiasi wajah menjadi teori yang mempelajari bagaimana orang-orang dari budaya yang berbeda mampu berkomunikasi dan mengelola perbedaan pendapat. 

Asumsi teori negosiasi wajah 

Terdapat beberapa asumsi teori negosiasi wajah yang mempertimbangkan sejumlah komponen kunci dari teori ini, di antaranya:

  • Identitas diri bersifat penting dalam interaksi interpersonal dan individu-individu dari berbagai kebudayaan melakukan negosiasi dengan cara berbeda
  • Pengelolaan konflik yang dijembatani oleh wajah dan budaya
  • Tindakan-tindakan tertentu dapat mengancam citra diri yang ditunjukkan individu (wajah)
  • Kompetensi komunikasi antarbudaya adalah puncak dari pengetahuan dan kesadaran

Baca juga: Teori Ekologi Media: Pengertian dan Asumsi

Mengelola konflik 

Teori negosiasi wajah berkaitan erat dengan budaya masing-masing manusia. Dimensi budaya individualistik-kolektivistik memengaruhi pemilihan gaya konflik. 

Dikutip dari buku Memahami Teori-Teori Komunikasi (2019 oleh Alip Yog Kunandar, gaya-gaya ini merujuk pada respons yang berpola atau cara khas untuk mengatasi konflik melintasi berbagai perjumpaan komunikasi. 

Gaya-gaya ini mencakup beberapa hal, sebagai berikut: 

  • Menghindar, orang akan berusaha menjauhi ketidakpastian dan menghindari pertukaran yang tidak menyenangkan dengan orang lain.
  • Menurut, mencakup akomodasi pasif yang berusaha memuaskan kebutuhan orang lain atau sejajar dengan saran-saran dari orang lain. 
  • Berkompromi, orang-orang berusaha untuk menemukan jalan tengah untuk mengatasi jalan buntu dan menggunakan pendekatan sehingga kompromi dapat dicapai. 
  • Mendominasi, mencakup perilaku-perilaku yang menggunakan pengaruh, wewenang, atau keahlian untuk menyampaikan ide atau mengambil keputusan. 
  • Mengintegrasi, menemukan solusi masalah. Berbeda dengan berkompromi, mengintegrasi cenderung membutuhkan perhatian tinggi untuk diri sendiri dan orang lain. 

Baca juga: Apa Itu Teori Ketergantungan Media?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com