Istri Sedar membentuk tiga komisi dalam organisasi untuk mengatasi masalah sosial yang dialami oleh perempuan.
Tiga komisi tersebut, yaitu:
Istri Sedar juga aktif dalam menulis semangat anti penjajah, semangat anti diskriminasi dan berbagai keberhasilan kaum wanita dunia.
Hasil tulisan tersebut dituangkan dalam Majalah Sedar yang terbit setiap bulan.
Baca juga: Perempuan dalam Angka, Sudahkan Perempuan Setara dengan Laki-laki?
Organisasi yang bergerak netral tersebut mulai bergerak secara "galak", salah satunya terhadap adanya poligami dan pernikahan dini.
Wanita harus bebas untuk mengatur hidupnya tanpa harus dikuasai oleh suami. Selain itu, pernikahan dini juga berdampak kurang baik dalam kesehatan istri.
Pada kongres II, Perserikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) pada 20-24 Juli 1935, Organisasi Istri Sedar menyatakan keluar dari Kongres.
Hal ini karena perbedaan pandangan yang mengakibatkan perselisihan dengan wakil seksi Wanita Permi.
Dalam langkah politiknya, Istri Sedar terus mendapatkan dukungan dan bantuan dari kaum nasionalis kiri dan istri anggota Partai Nasional Indonesia (PNI).
Selain aktif dalam memperjuangkan hak perempuan, Istri Sedar juga aktif dalam propaganda menyuarakan antikolonial sebagai konsekuensi dari keyakinan nasional yang radikal.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia 1942, semua organisasi perempuan dilarang, termasuk Organisasi Istri Sedar.
Baca juga: Perbedaan Kemandirian Laki-laki dan Perempuan
Pasca kemerdekaan, bergagai organisasi perempuan tumbuh, di antaranya Wanita Marhaen dan kelanjutan Istri Sedar.
Istri Sedar diubah menjadi Gerakan Wanita Sedar (Gerwis) pada1950 yang merupakan leburan dari enam organisasi keistrian.
Pada 1954 Gerwis berganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.