Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Nuklir Iran dan Sanksi Embargo Minyak

Kompas.com - 11/01/2020, 11:00 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Uni Eropa berusaha mengakalinya dengan mengembangkan entitas khusus agar perusahaan-perusahaan di Eropa tak terkena penalti ketika berbisnis dengan Iran. Entitas ini dikenal sebagai Instrument in Support of Trade Exchanges (INSTEX).

Embargo yang merugikan Iran

Sanksi embargo mulai berlaku efektif 5 November 2018. Mereka yang dikecualikan oleh AS yakni China, India, Italia, Yunani, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Turki.

Mereka terus mengimpor minyak dari Iran selama enam bulan. Pengecualian ini hanya berlaku sampai Mei 2019.

Efek dari embargo ini memukul perekonomian Iran. Produk Domestik Bruto (GDP) merosot drastis. Inflasi mencapai puncaknya sejak rekor pada tahun 1990-an.

Baca juga: Puluhan Tahun Diembargo AS, Bagaimana Ekonomi Iran?

Pada musim semi 2009, ketika Iran mengalami banjir parah yang berdampak pada 2.000 permukiman, Iran menyatakan embargo itu menghambat bantuan dari luar negeri.

Pada Mei 2019, dengan makin ketatnya embargo dan tak berdayanya upaya Uni Eropa, Rouhani mengumumkan akan mundur dari Perjanjian Nuklir.

Seiring berjalannya waktu Iran mulai melanggar janji-janjinya dalam Kesepakatan Nuklir. Kendati demikian ia menyatakan akan kembali jika negara-negara dalam perjanjian itu mengangkat sanksi.

Dampak sanksi ini membuat Iran murka. Beberapa kali Iran terlibat konflik dan serangan di Timur Tengah. Beberapa insiden ini melibatkan kapal-kapal di Teluk Oman, di samping insiden lainnya.

Baca juga: Sebelum Serangan Kapal Tanker di Teluk Oman, Iran Hendak Tembak Drone AS

Setelah drone mata-mata AS ditembak Iran pada Juni 2019 lalu, AS hendak membalasnya dengan serangan udara, namun buru-buru dibatalkan di menit akhir.

Pada September lalu, dua fasilitas produsen minyak Saudi Aramco menerima serangan dari Iran. Namun Iran membantah dan mengaku serangan itu dilancarkan oleh kelompok pemberontak Houthi di Yaman.

Pada pertengahan November, dengan semakin menggerusnya embargo, pemerintah Iran terpaksa menaikkan tarif minyaknya. Padahal selama ini, tarif minyak dalam negeri sebagian besar disubsidi.

Kebijakan ini menuai aksi unjuk rasa di seluruh belahan Iran. Aparat keamanan sampai harus bertindak represif dan mematikan akses internet.

Selisih dengan Irak dan kematian Soleimani

Tetangganya, Irak, juga tengah memprotes Iran karena telah ikut campur dalam urusan dalam negerinya. Pada 27 November 2019, Konsulat Iran di Al-Najaf, Irak, dibakar.

Baca juga: Merunut Akar Konflik Iran-Amerika Serikat, Sejak Kapan Perseteruan Dimulai?

Sebulan kemudian, milisi Irak yang didukung Iran menyerang pangkalan udara Irak yang dijaga tentara AS. AS membalas lagi dengan menyerang milisi itu.

Pada 3 Januari 2020, Komandan pasukan elite al-Quds Iran Qasem Soleimani yang juga seorang jenderal top di Timur Tengah, tiba di Bandar Udara Internasional Baghdada untuk menemui komandan milisi Irak tersebut.

Namun keduanya tewas setelah AS melancarkan serangan udara.

Menyusul kematian Soleimani, Iran bersumpah akan balas dendam. Iran menyalahkan negara-negara dalam Perjanjian Nuklir yang tak memenuhi janji mereka menghapus sanksi bagi Iran.

Iran akan terus mengembangkan nuklirnya. Pada 8 Januari, sebagai aksi balas dendam, Iran meluncurkan rudal balistik ke pangkalan Irak yang digunakan tentara AS. AS mengaku tak ada korban dari aksi itu.

Baca juga: Mengapa Trump Nekat Pancing Iran melalui Serangan yang Tewaskan Qasem Soleimani?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com