Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Laku Tepu, Pakaian Adat Sulawesi Utara

Pakaian adat tersebut dikenakan oleh laki-laki dan perempuan. Biasanya dipakai saat upacara adat Tulude yang merupakan warisan nenek moyang yang dilaksanakan turun-temurun.

Dikutip dari buku Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Utara (1978), pakaian adat pada suku bangsa Sangihe, Sulawesi Utara disebut Laku Tepu.

Bentuk pakaian adat tersebut adalah pakaian panjang dengan warna-warna yang dominan, seperti merah, ungu, kuning tua, dan hijau tua.

Pakaian untuk laki-laki dan perempuan bentuknya sama, perbedaannya hanya sedikit yaitu pakaian laki-laki panjangnya hingga mencapai pertengahan betis, sedangkan perempuan memanjang dari leher sampi betis.

Pakaian adat Laku Tepu berasal dari kata "laku" yang memiliki arti pakaian dan "tepu" yang berati agak sempit.

Keunikan baju Laku Tepu

Pakaian adat tersebut terbuat dari bahan serat kofo yang telah ditenun memakai kahuwang.

Dikutip dari buku Kain Tenun Tradisional "KOFO" Di Sangihe (2011) karya Steven Sumolang, bahan dasar kain kofo adalah serat pisang. Jenis pisang keras dinamakan hote istilah setempat atau abaka istilah Filipina yang di Indonesiakan.

Bahan lainnya seperti serat daun nanas atau daun kalung nanasi.

Bahan dasar kain bukanlah hanya benang semata yang dibuat dibuat dari bahan kapas. Serat-serat yang dihasilkan oleh tumbuhan, bahkan hewan banyak yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain.

Banyak alternatif komoditas serat alam yangmemiliki serat yang dapat diblending (dicampur) dengan serat kapas untuk dibuat tekstil.

Baju Laku Tepu laki-laki

Baju Laku Tepu laki-laki terdiri dari celana panjang, kemeja (baniang) panjang yang ukurannya di bawah betis tidak melewati celana panjang. Untuk ukuran kemeja lengan panjang tanpa kerah.

Pada baju tersebeut dilengkapi dengan ikat pinggang (papogong) dan topi berbentuk kerucut (paporong).

Bahan ikat kepala menggunakan bahan dari kain kofo dengan ikuran 1 x 1 meter yang dibentuk segitiga sama sisi, alasnya dilipat tiga kali dengan lebar 3-5 cm.

Pekaiaan paporong diikat di bagian kepala menutupi dahi. Paporong untuk laki-laki disebut paporong lingkaheng dan untuk keturunan bangsawan disebut paporong Kawawantuge.

Bagian leher Laku Tepu berbentuk setengah lingkaran, berlengan panjang, dan panjang pakaian sampai ke tumit.

Laku tepu yang panjang berfungsi untuk menutupi tubuh, melambangkan keagungan masyarakat Sangihe Talaud.

Baju Laku Tepu perempuan

Pakaian untuk perempaun disebut juga Laku Tepu. Untuk modelnya pada bagian atas model baju terusan sampai di bawah lutut.

Untuk tangannya adalah tangan kebaya lengan panjang, sedangkan bagian dalamnya kahiwu yang bentuknya seperti kain sarung atau kain yang dilingkarkan di perut.

Untuk Panjangnya melewati baju panjang atau di bawah betis. Dibuat lewada lipit-lipit dan dilengkapi dengan selendang atau bawandang.

Warna dasar baju Laku Tepu

Fungsi baju Laku Tepu adalah pakaian sehari-hari.

Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kabudayaan (Kemdikbud), bentuk baju panjang hingga menutup mata kaki, lengan panjang dan bentuk leher bulat polos, dan pakaian itu tidak ada belahan atau terbuka sehingga tidak memiliki kancing.

Pada baju Laku Tepu punya lima warna dasar dan tiap warna menentukan tingkat sosial seseorang di masyarakat.

Berikut tingkatan sosial sesuai warna:

  • Warna kuning (maririhe) digunakan oleh sesepuh adat, bupati dan raja.
  • Warna ungu (kamumu) dipakai oleh pejabat di bawah bupati, camat, bebato, penatua adat.
  • Warna hijau (kinalea) dipakai oleh istri-istri pejabat dan untuk semua wanita baik tua maupun muda.
  • Warna putih (ledo) dipakai oleh masyarakat biasa.
  • warna merah (mahamu) dipakai oleh prajurit.

https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/25/141000969/laku-tepu-pakaian-adat-sulawesi-utara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke